Praktisi Kehumasan Harus Peka dan Adaptif Terhadap Perubahan Zaman

 

JEPARA, suaragardanasional.com | Praktisi kehumasan dituntut peka dan  adaptif terhadap perubahan zaman. Dia juga harus terus belajar untuk melengkapi kompetensinya sebagai seorang public relations (PR). Dengan demikian, humas akan mampu melaksanakan tugas dengan baik dalam membangun dan menjaga citra lembaga, sekaligus menjadi mediator masyarakat dengan lembaganya. 

Penekanan tersebut dikatakan penulis, budayawan, dan wartawan senior yang juga pensiunan Kepala Bagian Humas Pemkab Jepara Drs. Hadi Priyanto, M.M. Dia menyampaikan hal tersebut dalam Acara halalbihalal eks Humas Setda Jepara  berlangsung di Vinn Villa, Resto, dan Cafe Telukawur Jepara pada Sabtu (12/4/2024). 


Pertemuan itu dikemas dalam tema “Senadyan beda jaman nanging jejeg ing paseduluran (meskipun berbeda zaman, tetapi kokoh di persaudaraan). Dalam momen tersebut, para pensiunan dan praktisi aktif bidang kehumasan Eks Bagian Humas Setda Jepara, berkumpul untuk berbagi cerita, kenangan, serta refleksi terhadap peran strategis humas dalam menjaga citra positif pemerintah daerah. 

Hal itu menjadikan suasana hangat dan penuh kekeluargaan, mewarnai sepanjang acara berlangsung dari pagi hingga suang hari. Selain Hadi Priyanto dan sejumlah pensiunan, hadir juga Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten Jepara Arif Darmawan; Kepala Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan Setda Jepara Yeni Yahya H.A.S.; dan puluhan praktisi humas yang sekarang masih aktif di beberapa perangkat daerah Pemkab Jepara. 


Dalam sesi andum kaweruh, Hadi Priyanto menegaskan pentingnya menjaga eksistensi media humas pemerintah. “Citra positif pemerintah daerah di mata masyarakat tidak hadir begitu saja. Itu adalah hasil kerja panjang dari para praktisi humas. Sayangnya, masyarakat sering tidak tahu bahwa itu produk kerja humas. Tapi ketika mereka mendengar Radio Kartini atau dahulu  membaca Majalah Gelora, mereka akan menghubungkannya langsung dengan keberadaan humas,” ujarnya.

Menurutnya, berbagai upaya bisa kita lakukan untuk menjadi jembatan informasi antara pemerintah daerah dan masyarakat agar citra pemerintah daerah terjaga. 


Namun masyarakat tidak tahu bahwa ada kerja humas di sana. 

“Yang sekarang masih ada dan diketahui oleh masyarakat bahwa itu adalah media humas adalah Radio Kartini. Meski zaman terus berubah, teknologi terus berkembang, media ini masih didengar berbagai elemen masyarakat. Sementara majalah Gelora, kan, sudah tidak terbit bentuk cetaknya. Yang masih ada harus dijaga,” kata mantan penerima penghargaan sebagai Kabag Humas Terbaik Se-Indonesia dari Serikat Penerbit Surat Kabar tersebut. 


Ia mengingatkan pentingnya menjaga keberlangsungan media humas yang masih tersisa sebagai bagian dari identitas komunikasi publik pemerintah daerah. Juga pemanfaatan berbagai platform media digital.  Hal penting lain adalah terus mengembangkan kreatifitas dalam mempromosikan potensi yang dimiliki daerah melalui even-even kreatif.  


Praktisi humas yang masih aktif yang juga Kepala 

Diskominfo Arif Darmawan dalam sesi history telling menyampaikan dinamika dan tantangan yang dihadapi praktisi PR pemerintah akan selalu berubah pula mengikuti gaya kepemimpinan kepala daerah. 


“Harus selalu bisa melayani dan mengikuti, terutama dalam menyesuaikan diri dengan gaya komunikasi pimpinan yang terus berganti. Kita dituntut adaptif. Setiap pemimpin memiliki selera, cara komunikasi, dan visi yang berbeda. Humas harus mampu menerjemahkan itu semua ke dalam strategi komunikasi yang tepat dan tetap menjaga citra kelembagaan,” ungkapnya.


Menurutnya, acara ini tidak hanya menjadi ajang silaturahmi, tetapi juga forum reflektif lintas generasi tentang pentingnya keberlanjutan nilai-nilai kehumasan dalam mendukung kinerja pemerintahan daerah. Selain Arif Darmawan, para peserta juga berharap agar kehumasan pemerintah tidak kehilangan arah di tengah era digital dan tetap mampu memainkan peran vital sebagai jembatan informasi antara pemerintah dan masyarakat.


Ketua Panitia Wahyanto mengatakan, halalbihalal ini merupakan upaya untuk nglimpukake balung pisah (mengumpulkan tulang berserakan), yaitu praktisi dan Mantan praktisi humas yang bergabung di Grup WA “Eks Bani Humas Jepara”. Grup WA ini, kata dia, awalnya berisi mantan karyawan Bagian Humas Setda Jepara yang lembaganya berakhir awal tahun 2017.


“Ketika itu fungsi humas berpisah unit kerja. Subbagian Protokol melebur ke Bagian Umum Setda Jepara, sementara subbagian yang lain bersama Bidang Komunikasi eks Dishubkominfo, melebur jadi satu ke perangkat daerah baru: Dinas Komunikasi dan Informatika,” kata Wahyanto.


(Hani K/ Hadepe)

Tags

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top