Jepara, suaragardanasional.com – Maraknya bangunan liar yang berdiri di sepanjang garis pantai Kabupaten Jepara, khususnya di wilayah Pantai Pelayaran, Kelurahan Karang Kebagusan, memantik keprihatinan banyak pihak. Fenomena ini tidak hanya mengindikasikan lemahnya pengawasan oleh pemerintah daerah, namun juga memperlihatkan sikap pembiaran oleh pemerintah desa yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjaga tata ruang dan kelestarian lingkungan wilayahnya.
Kerusakan Ekologis dan Ancaman Sosial
Bangunan-bangunan tanpa izin di kawasan sempadan pantai secara nyata mengganggu fungsi ekologis wilayah pesisir. Dampak seperti abrasi, berkurangnya ruang publik, hingga pencemaran lingkungan menjadi konsekuensi yang tak terhindarkan. Padahal, wilayah sempadan pantai merupakan kawasan lindung sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Anehnya, bangunan liar tersebut dibiarkan tumbuh dan berkembang tanpa hambatan, seolah tak ada aturan yang dilanggar. Bahkan dalam banyak kasus, muncul dugaan adanya praktik pungutan liar atau retribusi informal yang melibatkan oknum tertentu demi mendapatkan keuntungan ekonomi jangka pendek.
Pemerintah Kabupaten Tak Bertaji
Pemerintah Kabupaten Jepara dinilai gagal menunjukkan taringnya dalam menegakkan regulasi tata ruang. Alih-alih melakukan penertiban, yang muncul adalah pembiaran sistematis yang mengundang lebih banyak pelanggaran. Padahal secara kelembagaan, Pemkab memiliki kewenangan penuh untuk mengawasi dan menindak pelanggaran terhadap pemanfaatan ruang, terutama di kawasan lindung pesisir.
Ketiadaan tindakan tegas dari instansi teknis terkait seperti Dinas PUPR atau Satpol PP memperparah kondisi ini. Padahal, bangunan liar di sempadan pantai bukan hanya persoalan administratif, tetapi juga menyangkut kelangsungan ekosistem dan hak publik atas ruang terbuka.
Desa Sebagai Garda Terdepan yang Diam
Yang juga menjadi sorotan adalah peran pemerintah desa dan kelurahan. Aparatur desa—yang secara geografis dan sosiologis paling dekat dengan lokasi pelanggaran—justru terlihat pasif. Tidak sedikit pihak yang menilai bahwa pemerintah desa mengetahui keberadaan bangunan-bangunan liar tersebut sejak awal, namun memilih untuk diam.
Pembiaran ini patut dipertanyakan. Berdasarkan Permendagri No. 114 Tahun 2014 tentang Perencanaan Pembangunan Desa, desa seharusnya memiliki komitmen terhadap pembangunan berkelanjutan, termasuk menjaga kelestarian lingkungan. Jika desa justru abai, maka upaya penataan kawasan menjadi semu dan timpang.
Konstruksi Solusi: Perlu Gerakan Bersama
Mengatasi persoalan bangunan liar di kawasan pesisir Jepara memerlukan langkah terpadu dan berani dari semua pihak. Langkah-langkah berikut harus segera dilakukan:
• Penertiban Serius oleh Pemkab Jepara: Bangunan liar harus dibongkar sesuai hukum. Pemkab harus menunjukkan keberpihakannya terhadap kepentingan publik dan kelestarian lingkungan.
• Penguatan Peran Pemerintah Desa: Desa tidak boleh lagi menjadi penonton. Pengawasan dan pelaporan pelanggaran ruang harus menjadi bagian dari kinerja pemerintah desa.
• Kolaborasi Masyarakat dan LSM: Masyarakat sipil dan aktivis lingkungan harus ikut serta mengawasi dan melaporkan pelanggaran, sekaligus mendorong transparansi dalam proses perizinan.
• Edukasi Berkelanjutan: Sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga sempadan pantai dan dampak jangka panjang dari pelanggaran lingkungan perlu diperkuat.
Penutup: Saatnya Kembali pada Aturan dan Etika Ruang
Bangunan liar bukan sekadar pelanggaran fisik, tapi juga cerminan dari lemahnya sistem pengawasan dan hilangnya etika tata kelola ruang. Pemerintah—baik di tingkat kabupaten maupun desa—harus menunjukkan komitmennya terhadap hukum, keadilan sosial, dan kelestarian lingkungan. Jika tidak, maka kita tengah menggali lubang bagi bencana ekologis dan sosial di masa depan.
Catatan redaksi: Artikel ini disusun berdasarkan hasil pemantauan lapangan, laporan media, dan regulasi yang berlaku. Harapannya menjadi masukan konstruktif untuk semua pemangku kepentingan di Kabupaten Jepara.
(Hani K/ Djoko T.)