KEMBALIKAN ALUN-ALUN SEBAGAI RUANG PUBLIK : Alun-Alun Kota Temanggung menjadi salah satu isu utama yang diusung Paslon cabup cawabup Bowo-Fuad. Kini, isu pembangunan Alun-Alun yang merupakan jantung Kota itu direplikasi Paslon cabup lain untuk mencari sensasi pada Pilkada Temanggung 2024. Foto : Hery Setyadi
Temanggung, suaragardanasional.com - Salah satu isu terseksi pada Pilkada Temanggung 2024 adalah wacana pembangunan Alun-Alun Kota Temanggung. Gagasan pembangunan untuk mengembalikan "roh" jantung Kota Tembakau ini, kerap dilontarkan Heri Ibnu Wibowo sebelum dicalonkan sebagai bupati. Gagasan orisinil Bowo, demikian sapaan akrab mantan Wakil Bupati 2019-2023 ini, kini secara terang-terangan dibajak dan dicopas oleh kandidat cabup lain.
Alun-alun Temanggung tiba-tiba menjadi titik sorotan program pasangan calon kepala daerah dalam Pilkada Temanggung 2024. Gagasan untuk memulihkan fungsi alun-alun agar lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat diangkat secara terang-terangan oleh kedua pasangan calon nomor urut 1 dan 2. Namun, siapa sebenarnya yang pertama kali menyuarakan ide ini?
Pasangan calon nomor urut 2, Heri Ibnu Wibowo dan Fuad Hidayat (Bowo-Fuad), memiliki jejak lebih awal terkait gagasan ini. Heri Ibnu Wibowo terlihat telah aktif mengedukasi masyarakat tentang pentingnya fungsi alun-alun sebagai ruang publik yang inklusif dan relevan bagi seluruh lapisan masyarakat.
Jejak digital berbicara. Pada 23 Juni 2024, Heri telah mengunggah gagasan ini di akun Instagram-nya, menunjukkan komitmennya untuk mengembalikan alun-alun sebagai pusat interaksi dan kegiatan publik. Dalam unggahannya, ia menyoroti pentingnya menciptakan alun-alun yang mampu memenuhi kebutuhan warga Temanggung secara langsung.
Sementara itu, pasangan calon nomor urut 1 baru-baru ini menanggapi tren positif dari gagasan ini dan mulai mengikutsertakan topik alun-alun dalam kampanyenya. Berdasarkan penelusuran, pasangan nomor urut 1 yakni Agus Setyawan-Nadia Muna (Adadia) sebelumnya justru tampak lebih mempertahankan kondisi alun-alun seperti saat ini, yang dinilai sudah cukup.
Perubahan sikap ini menimbulkan tanda tanya bagi masyarakat, mengenai seberapa konsisten komitmen pasangan tersebut dalam merespon aspirasi warga. Wacana Alun-Alun Kota Temanggung untuk dihidupkan kembali berkembang di masyarakat. Lansekap alun-alun yang idealnya luas, saat ini seakan tersekat tembok dan sumpek.
Dengan latar belakang ini, masyarakat perlu mengetahui pentingnya memilih pemimpin yang konsisten dan berkomitmen dalam visi pembangunannya. Seorang pemimpin yang memiliki gagasan orisinil dan terukur untuk kebutuhan masyarakat Temanggung diyakini dapat mengembalikan kejayaan alun-alun sebagai ruang publik sentral di Kabupaten Temanggung.
Dalam tagline utama cabup cawabup Bowo-Fuad di berbagai baliho tercantum hasrat untuk menampung aspirasi masyarakat, yakni ndandani (memperbaiki-red) Alun-Alun Kota Temanggung. "Aspek estetika dan sosial akan dihidupkan kembali di kawasan Alun-alun kebanggaan warga Temanggung. Gagasan pembangunan alun-alun ini adalah salah satu program kami, yang menjadi aspirasi publik," ujar Bowo menjelaskan programnya sebagai calon bupati.
Pengamat sosial Handarbeni SH MH menanggapi persoalan klaim gagasan pembangunan alun-alun ini, memberikan penilaian bahwa isu utama di suatu daerah sering jadi rebutan bagi para calon bupati saat berkampanye. "Masyarakat yang akan menilai, siapa yang sejak awal konsisten dengan gagasannya," terangnya.
Menilik ke filosopi, konsep segitiga sakral pendopo, alun-alun, dan masjid merupakan sebuah tata ruang tradisional yang sering ditemukan dalam arsitektur Jawa. Ketiga elemen ini memiliki makna simbolis dan fungsional yang saling terkait, membentuk sebuah pusat pemerintahan dan keagamaan.
Segitiga Sakral yang merujuk pada konfigurasi spasial yang terdiri dari pendopo, alun-alun, dan masjid yang saling berhadapan atau berdekatan.
Konfigurasi ini melambangkan hubungan antara dunia manusia (pendopo), dunia kosmik (alun-alun), dan dunia spiritual (masjid). Segitiga ini dianggap sebagai pusat kekuatan spiritual dan pemerintahan.
Pendopo berfungsi sebagai tempat pertemuan, upacara adat, dan kegiatan sosial masyarakat. Pendopo mewakili dunia manusia dan merupakan pusat pemerintahan.
Alun-alun berfungsi sebagai ruang terbuka publik untuk berbagai kegiatan, seperti pasar, pertunjukan, dan upacara.
Alun-alun melambangkan dunia kosmik atau alam semesta. Bentuknya yang terbuka merepresentasikan keterbukaan dan keselarasan dengan alam.
Sedangkan Masjid berfungsi sebagai tempat ibadah umat Islam. Masjid mewakili dunia spiritual dan merupakan pusat keagamaan.
Ketiga elemen ini menciptakan keseimbangan antara dunia manusia, kosmik, dan spiritual. Konfigurasi ini menempatkan raja atau pemimpin sebagai pusat kekuasaan yang memiliki hubungan langsung dengan dunia spiritual.
Tata ruang ini mencerminkan nilai-nilai keagamaan, sosial, dan politik masyarakat Jawa. Contoh yang paling terkenal dari konsep segitiga sakral adalah kompleks Keraton Yogyakarta. Kompleks ini memiliki pendopo, alun-alun, dan masjid yang disusun dalam konfigurasi segitiga.
Kesimpulannya, konsep segitiga sakral pendopo, alun-alun, dan masjid merupakan warisan budaya yang kaya makna dan simbolisme. Konfigurasi ini tidak hanya memiliki fungsi praktis, tetapi juga mencerminkan pandangan hidup dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat Jawa. (Hery S)