JEPARA, suaragardanasional.com - Priyo Hardono Ketua DPD Pembela Kesatuan Tanah Air Indonesia Bersatu (PEKAT IB) Kabupaten Jepara, salah satu penggiat kontrol sosial dan aktivis di Jepara, Sabtu, (13/7/2024) melalui pesan WhatsApp kepada awak media memberikan keterangan bahwa DPD PEKAT IB Jepara bersama aktivis baik dari LSM, Ormas, dan jurnalis di Kabupaten Jepara, hingga saat ini masih menunggu tindak lanjut hasil perkembangan aduan dan proses hukum di Satreskrim Polres Jepara dalam perkara dugaan tindak pidana penghinaan peludahan oleh MS (Petinggi Desa Lebak) kepada korban yaitu Badi bin Jasari warga Desa Kepuk, Rt. 03 / Rw. 07, Kecamatan Bangsri, Kabupaten Jepara.
Kebetulan saat peristiwa terjadi, korban Badi berprofesi sebagai wartawan media online yang menjadi korban peludahan oleh MS atau Bayu Krisna, Petinggi Desa Lebak, Kecamatan Pakis Aji, Kabupaten Jepara di Pendopo Kartini Jepara, Rabu (29/5/2024) lalu. Tindakan arogansi dan diskriminasi oleh MS terjadi pada saat acara penyerahan Surat Keputusan (SK) tentang perpanjangan masa jabatan kepala desa (Kades) di pendopo Kartini Kabupaten Jepara oleh Pj Bupati Jepara, Edy Supriyanta.
Kronologis kejadian, pada saat melakukan tugas peliputan, Badi bin Jasari akrab disapa Badi mengalami tindakan penghinaan peludahan (kekerasan verbal) oleh Petinggi atau Kades tersebut.
Kemudian, Badi yang berprofesi sebagai wartawan online dengan surat tugas peliputan di Kabupaten Jepara, Kamis siang (30/4) 2024) mengadukan kejadian peludahan ke Polres Jepara dengan didampingi oleh puluhan aktivis LSM dan Ormas serta wartawan dari berbagai organisasi pers yang menjadi garda terdepan dalam fungsi kontrol sosial.
Namun hingga berita ini diterbitkan, MS atau Bayu Krisna (pelaku peludahan, Red.) belum diambil tindakan apapun oleh Polres Jepara. Begitu juga pejabat berwenang di Pemkab Jepara seperti Dinsospermades, belum mengambil langkah signifikan terkait tindakan MS (Petinggi Desa Lebak) yang sudah melanggar UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa Pasal 29 yaitu larangan melakukan tindakan diskriminatif terhadap golongan masyarakat tertentu.
"Dalam hal ini, Badi selaku wartawan yang dilindungi UU PERS No. 40 Tahun 1999 Pasal 3 (1) melakukan tugas fungsi kontrol sosial terhadap kinerja dan pembangunan proyek infrastruktur di Desa Lebak," kata Kang Priyo sapaan akrab Priyo Hardono.
"Tindakan yang dilakukan oleh Petinggi Desa Lebak jelas tindakan diskriminasi terhadap warga masyarakat yang berprofesi wartawan yang sedang melakukan tugas kontrol sosial," cetusnya.
"Sepertinya Petinggi Lebak alergi terhadap wartawan sehingga bertindak arogan dan diskriminasi. Kalau Petinggi bersih kenapa harus risih," cetus Kang Priyo.
"Menurut kami, tindakan Petinggi Lebak selain diskriminatif dan arogan juga melanggar KUHPidana," jelas Kang Priyo.
Terkait delik aduan oleh Badi ke Polres Jepara, Kang Priyo menambahkan bisa saja MS Petinggi Desa Lebak tersebut dikenakan Pasal 315 KUHP. "Namun terkait pasal apa yang akan dikenakan, kita serahkan pada proses penyelidikan dan penyidikan oleh Satreskrim Polres Jepara, karena ada petunjuk, keterangan korban (Badi, Red.), keterangan saksi mungkin bisa menjadi bukti oleh penyidik," terangnya.
"Apalagi Badi juga mempunyai rekaman kejadian saat peristiwa tersebut terjadi, karena CCTV yang ada di Pendopo pada saat itu mengalami kerusakan. Semestinya CCTV itu bisa menjadi barang bukti," ungkap Kang Priyo.
Kang Priyo menegaskan," Jadi perkara ini adalah kasus pidana murni, tidak ada hubungannya dengan korban sebagai wartawan yang menjalankan tugas fungsi kontrol sosial pada saat peristiwa terjadi," tegas Priyo Hardono.
Rekam Jejak Petinggi Desa Lebak
Kang Priyo mengungkapkan bahwa MS alias Bayu Krisna sejak lama sering membuat ulah dan kegaduhan. "Seingat saya, di tahun 2016 MS pernah ditahan di Polres Jepara dalam kasus dugaan penipuan atau pemerasan pada warganya sendiri, namun entah kenapa kasus itu dipeti es kan, hingga dia bebas dari tahanan," ungkap Kang Priyo.
"Lalu di tahun 2021, MS kembali berulah melakukan tindakan penculikan dengan kekerasan dan penganiayaan terhadap seseorang atau korban. Bahkan korban pada saat itu mengaku, ia juga sempat mengalami penyiksaan dengan cara disetrum oleh MS," tandasnya.
"Tahun 2024 atau untuk ke-tiga kalinya, kembali MS bikin ulah dan tidak menjaga etika di Pendopo Kartini yang semestinya menjadi tempat sakral dan tidak sepatutnya bertindak melanggar aturan perundang-undangan. Dan saya berpesan dan berharap kepada dinas terkait dan Pj Bupati Jepara agar mengawasi ketat kinerja Petinggi yang ada di Kabupaten Jepara, agar menjalankan progam pemerintah dengan baik dan benar, sesuai aturan, dan tidak seenaknya. Karena pembiayaan pemerintahan desa berasal dari DD atau ADD yang anggarannya berasal dari APBN dan APBD yang notabene uang rakyat, bukan uang pribadi atau warisan nenek moyang Petinggi desa," harap Kang Priyo.
DPD PEKAT IB Jepara juga menganjurkan kepada Sekda Jepara jangan mengadu domba atau mengompori Petinggi dengan pekerja pers dan aktivis di Kabupaten Jepara. "Semestinya pernyataan Sekda Jepara harus menyejukkan dan "ngemong" bukan malah memperkeruh suasana," harapnya.
"Pernyataan Sekda Jepara, Edy Sujatmiko tentang Jurnalistik atau Pers dan aktivitas kontrol sosial cenderung tendensius dan kontra produktif terhadap keinginan kita bersama untuk menciptakan kondusifitas dan keamanan wilayah jelang Pilkada tahun ini," pungkas Kang Priyo.
Sementara salah satu penasehat hukum yang ikut mendampingi kasus ini menginformasikan bahwa tindakan yang dilakukan oleh MS sangat mencederai kondusifitas wilayah yang semestinya dijaga bersama.
"MS melakukan tindakan penghinaan peludahan di Pendopo RA Kartini yang semestinya menjadi tempat sakral untuk kegiatan positif dan mendukung kinerja pemerintahan," infonya.
Sebagai Petinggi atau Kades, MS diduga juga melanggar larangan sebagai Kades yang diatur di Pasal 29 UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa (1) merugikan kepentingan umum, dan (4) melakukan tindakan diskriminatif terhadap warga dan atau golongan tertentu.
"Tindakan MS jelas diskriminatif terhadap profesi wartawan dalam tugas peliputan dan kontrol sosial," pungkas Kang Priyo.
(sus)