Keterbukaan informasi Perlu Bagaimana Alasan Bangkrutnya PT. BPR Bank Jepara Artha (Perseroda)

 

Jepara, suaragardanasional.com| Kerterbukaan informasi dan masyarakat berhak tahu tentang bangkrutnya Bank Arta,Berdasarkan UU MD3 (MPR, DPD, DPR, dan DPRD) No. 17 Tahun 2014 Hak DPRD Kabupaten/Kota Pasal 371 (1) DPRD Kabupaten/Kota berhak (a) interpelasi yaitu (2) Hak interpelasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a adalah hak DPRD kabupaten/kota untuk meminta keterangan kepada bupati/walikota mengenai kebijakan pemerintah kabupaten/kota yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara dan peraturan DPRD Kabupaten Jepara No. 1 Tahun 2019 Tentang Tata Tertib DPRD Kabupaten Jepara Pasal 75 (1) rapat paripurna mengenai usul hak interpelasi dengan 3 tahapan. 


Adanya kejadian bangkrutnya PT. BPR Bank Jepara Artha (Perseroda) atau BPR BJA yang ijinnya dicabut oleh OJK atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-42/D.03/2024 tanggal 21 Mei 2024. Putusan ini menjadi dasar pencabutan izin usaha badan usaha milik daerah (BUMD) PT. BPR Bank Jepara Artha (Perseroda). Dengan pencabutan izin usaha ini, LPS akan menjalankan fungsi penjaminan dan melakukan proses likuidasi sesuai Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.


Kebangkrutan dan pencabutan ijin usaha BPR BJA dan langkah oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menjamin simpanan nasabah di BPR BJA membuat Fraksi Nasdem DPRD Kabupaten Jepara mengambil langkah usulan hak interpelasi. DPRD Jepara mengajukan usulan penggunaan hak interpelasi kepada Pj Bupati Kabupaten Jepara terkait permasalahan BPR BJA. Usulan hak interpelasi diajukan oleh Fraksi Nasdem dengan catatan apabila mendapat persetujuan dan keputusan lebih dari 1/2 (satu perdua) anggota DPRD Jepara yang hadir pada saat rapat paripurna.  


Dasar dari usulan hak interpelasi BPR BJA oleh pengusul yaitu Fraksi Nasdem DPRD Jepara, hal ini disampaikan oleh Nur Hidayat kepada awak media lewat pesan WhatsApp, Jum'at (14/6/2024) yaitu: beberapa pertimbangan yang kami jadikan sebagai dasar usulan pengajuan hak interpelasi : 1. Sejak awal BJA sudah menjadi konsumsi publik. Maka DPRD Jepara menggunakan kewenangannya untuk mempertanyakan dan mengklarifikasi persoalan tersebut. Sehingga betul-betul ada solusi yang gamblang dan transparan. Dan pertanyaan pertanyaan publik dapat terjawab dengan adanya hak interpelasi yang diajukan oleh DPRD Kabupaten Jepara., 2. Bagaimana bentuk pertanggungjawaban Pemda Jepara dengan dicabut ijin PT. BPR Bank Jepara Artha oleh OJK., 3. Penyertaan modal oleh Pemda Jepara kepada BPR BJA sebesar Rp. 24.000.000.000 (dua puluh empat miliar), sejauh mana pertanggungjawaban Pemda Jepara terhadap uang tersebut., 4. Terhitung sejak bulan Juli Tahun 2023, BPR BJA didera isu bangkrut dan sudah ada edaran untuk tidak menghimpun dana terlebih dahulu. Namun Pemda Jepara belum melakukan langkah yang signifikan. Sehingga potensi kelalaian Pemda Jepara perlu dipertanggungjawabkan kepada publik., 5. Adanya pemberian kredit ke luar daerah secara besar-besaran tanpa mempertimbangkan aspek resiko menimbulkan kredit macet, disisi lain banyak masyarakat Jepara yang tidak bisa mengakses kredit dengan nominal besar. Apakah keputusan pemberian kredit di luar Jepara murni keputusan Direksi BPR BJA Kabupaten Jepara, ataukah ada motif lain. Karena berdasarkan temuan  PPATK atau Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan terindikasi adanya transaksi mencurigakan. Hal tersebut perlu dijelaskan kepada publik., 6. Perda Nomor 10 Tahun 2018 Pasal 21 dan 22 menjelaskan bahwa pemegang saham penuh BPR BJA adalah Pemerintah Daerah, sejauh mana pengawasan Pemda Jepara terhadap manajemen BPR BJA, sampai BPR BJA mengalami kebangkrutan. Padahal setiap tahun diadakan RUPS, dan manajemen melaporkan secara berkala setiap tri wulan., 7. Adanya informasi, bahwa agunan kredit banyak yang bermasalah. Termasuk penerima kredit yang tidak sesuai SOP. Sehingga perlu dijelaskan ke publik, apakah keputusan pencairan kredit adalah keputusan manajemen ataukah ada campur tangan kekuasaan yang lebih besar., dan 8. Berdasar sidang gugatan perdata, adanya kerugian BPR BJA yang ditaksir mencapai kurang lebih Rp. 352,4 M (tiga ratus lima puluh dua koma empat miliar) dan juga adanya potensi kerugian negara di dalamnya. Yang menjadi pertanyaan adalah sampai saaat ini, proses yang dipilih pemda adalah melalui gugatan perdata. Kenapa tidak disertai laporan pidananya sekaligus. Berdasarkan hal tersebut diatas, dan Sesuai dengan ketentuan Pasal 73 (1) Nomor 1 tahun 2019 tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Jepara, maka DPRD Kabupaten Jepara mengajukan hak interpelasi.


Usulan Hak Interpelasi adalah mengingat dalam kasus bangkrutnya BPR BJA dalam hal ini Direksi BPR BJA tidak menjalankan fungsi dan tujuan pedoman dalam kebijakan pemberian kredit mencakup kebijakan mengenai pemberian kredit kepada nasabah. Tujuan yaitu: a. agar BPR BJA menerapkan prinsip kehati-hatian dan asas-asas perkreditan yang sehat secara konsisten dan berkesinambungan dalam rangka mitigasi risiko atas setiap pemberian kredit., b. untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang oleh berbagai pihak dalam pemberian kredit yang dapat merugikan BPR BJA., dan c. untuk mencegah terjadinya praktek pemberian kredit yang tidak sehat.


Menurut Nur Hidayat semestinya Direksi BPR BJA menerapkan kebijakan dalam pemberian kredit mencakup kebijakan mengenai pemberian kredit yang sehat, penilaian agunan, pemberian kredit kepada pihak terkait dengan BPR BJA, debitur grup, dan/atau debitur besar, kredit yang mengandung risiko tinggi serta kredit yang perlu dihindari.


"Agunan bermasalah dan kredit fiktif bisa menjadi persoalan besar bagi BPR BJA karena pemegang saham dan 100% modal dasar (penyertaan modal daerah) bersumber dari APBD Kabupaten Jepara dan hal ini mesti dipertanggungjawabkan oleh Pemkab Jepara," kata Nur Hidayat. 


Kedudukan Bupati mewakili daerah selaku pemegang saham dalam RUPS atau Rapat Umum Pemegang Saham. Sementara, sementara Dewan Komisaris dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bertanggung jawab kepada Bupati dan Direksi selaku pengurus BPR BJA diangkat melalui RUPS dan ditetapkan oleh Bupati setelah memenuhi persyaratan integritas dan komitmen serta kompetensi. Dasar pembubaran dan likuidasi BPR BJA yaitu tidak mampu beroperasi kembali, berada dibawah pengawasan khusus OJK, dan atas permintaan pemegang saham. 


Angka kredit macet di BPR BJA diduga uangnya dikemplang oleh debitur nakal. Dampaknya, uang milik nasabah penyimpan tak bisa diambil karena kas BPR BJA Jepara mengendap dalam kasus kredit macet.


Bisa saja diduga kebangkrutan BPR BJA dikarenakan adanya permainan dari beberapa oknum sebagai biang kerok tersebut. Dugaan bisa saja oleh mantan direksi dan oknum bagian kredit. Mereka diduga menjadi otak dari kasus kredit macet tersebut maupun bersekongkol membuat skenario pencairan kredit untuk debitur yang kini masuk dalam kelompok penunggak angsuran. Skenario yang dibuat berupa akal-akalan, memanipulasi agunan dan pemohon kredit.


“Mereka yang tahu persis bagaimana alur kredit bisa cair tanpa mekanisme yang benar. Semua akal-akalan, jadi mereka lah oknum yang harus bertanggung jawab terhadap timbulnya kredit macet di BPR BJA Jepara," ungkap narasumber yang enggan disebutkan namanya, saat ditanyakan siapa yang mesti bertanggungjawab atas kebangkrutan BPR BJA Jepara. 

Sumber: Nur Hidayat DPRD Jepara Fraksi Nasdem.


(Hani K)

Tags

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top