OMBUDSMAN TURUN KE TEMANGGUNG : Ketua LSPP, Andrianto mendatangi kantor Ombudsman Perwakilan Jawa Tengah untuk menyampaikan temuan kasus tanah. Pihak Ombudsman akan turun ke Tenanfgung untuk menindaklanjuti kasus temuan ini. Foto : Hery Setyadi
Temanggung, suaragardanasional.com - Kasus agraria di Kabupaten Temanggung bagai gunung es. Kantor Agraria Tata Ruang ATR/ Pertanahan Kabupaten Temanggung disorot lantaran pelayanannya yang payah. Ombudsman akan turun tangan ke Temanggung, atas adanya laporan terhadap kinerja institusi yang mengurusi masalah agraria tersebut.
Sebelum berlakunya Undang Undang Pokok Agraria (UUPA) terdapat dualisme sistem hukum tanah di Indonesia yaitu hukum tanah Barat dan hukum tanah Adat. Semenjak lahirnya UUPA No. 5/1960 tentang Pokok Pokok Agraria pada tanggal 24 September 1960 maka keseragaman hukum tanah diberlakukan. Dalam UUPA disebutkan berbagai macam hak atas tanah diantaranya seperti Hak Milik, Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pengelolaan dan Hak Pakai.
Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan kepada pemegang hak atas tanah serta terselenggaranya tertib administrasi pertanahan dilakukan pendaftaran tanah. Setiap bidang tanah dan satuan rumah susun wajib didaftarkan kepada Kantor Pertanahan. Itulah sebabnya, dalam menjalankan amanat UUPA maka Pemerintah menerbitkan pedoman dan petunjuk tehnis dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres) hingga Peraturan Menteri (Permen).
Penerbitan pedoman dan petunjuk tehnis ini untuk meningkatkan efektifitas pelayanan dan pelaksanaan program Pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPN). Sebut saja Permen ATR/BPN No. 16/2022 yang memberikan sebagian kewenangan Menteri ATR/Kepala BPN kepada Kantor Pertanahan di daerah.
Bila terjadi sengketa, konflik dan perkara pertanahan juga telah disiapkan mekanisme penyelesaiannya melalui Permen ATR/BPN No. 11/2016 tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan. Kelengkapan ketentuan peraturan di bidang pertanahan yang telah menjelaskan tentang prosedur, tahapan dan mekanismenya, khususnya menyangkut penyelesaian sengketa tanah ini terindikasi pelaksanaannya diabaikan oleh Kantor Pertanahan Temanggung.
"Hal inilah yang mendasari Lingkar Studi Pemberdayaan Perdesaan (LSPP) telah menyampaikan laporan secara resmi kepada Ombudsman Jawa Tengah dan tercatat/teregister dalam Nomor : 010082.2024. Ada temuan kasus tanah yang mengejutkan di Temanggung," kata Ketua LSPP, Andrianto, Sabtu (15/6/2024).
Berdasarkan temuan LSPP terdapat beberapa tipe permasalahan pertanahan di Kabupaten Temanggung. Pertama, ketidakjelasan status bidang tanah yang berdampak tidak dapat ditindaklanjutinya proses untuk memperoleh hak atas tanah (sertifikat). Ketidakjelasan status bidang tanah ini disebabkan karena tidak tercatat dalam Buku C Desa dan umumnya merupakan eks tanah Barat seperti tanah eigendom, tanah erfpacht maupun tanah opstal. Hal inilah yang membuat kesulitan bagi masyarakat dalam menjelaskan status tanahnya pada saat pembuatan surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah.
Kedua, terdapat cacat administrasi pada produk sertifikat. Cacat administrasi adalah terdapat ketidaksinkronan antara data fisik dan data yuridis tanah yang menjadi dasar pembuatan sertifikat pemohon dengan fakta sesungguhnya. Diketahuinya cacat administrasi sertifikat ini umumnya setelah terjadi sengketa tanah. Data fisik dan data yuridis tanah merupakan informasi yang wajib dijelaskan/diterangkan dengan sebenar-benarnya oleh pemohon sertifikat. Informasi didalam data fisik terdiri atas letak tanahnya, batas dan luas, jenis tanahnya (pertanian/non pertanian) serta status tanahnya (tanah negara/tanah hak).
Sedangkan didalam data yuridis tanah menerangkan tentang identitas pemohon beserta keluarganya maupun dasar penguasaan tanahnya seperti surat petuk/girik, surat bukti/akta pelepasan hak, surat kapling ataupun keputusan pengadilan. Terbitnya sertifikat yang kemudian justru menimbulkan sengketa tanah terindikasi telah terjadi pemalsuan data pemohon, baik pada saat penyampaian surat pernyataan pengusaan fisik bidang tanah, data fisik dan data yuridis tanah.
Sertifikat mengalami cacat administrasi ini potensinya terjadi karena terjalin kerjasama antara oknum perangkat desa/kelurahan dengan oknum Kantor Pertanahan. Ketiga, rendahnya kegiatan sosialisasi kepada masyarakat mengenai kewajiban pendaftaran tanah oleh Kantor Pertanahan, khususnya bagi bidang-bidang tanah yang tidak jelas statusnya. Pembiaran atas berlangsungnya ketidakjelasan status bidang tanah yang telah dimanfaatkan/dikuasai/diduduki selama puluhan tahun berpotensi mendorong terjadinya spekulan dan mafia tanah. (Hery S)