Hadik Tak Punya Success Story, Masyarakat Kog Diminta Memilih Lagi


JOR-JORAN PASANG BALIHO : Pasangan bakal calon bupati dan wakil bupati Hadik-Bimo yang diusung tiga parpol Golkar, PAN dan Nasdem adalah pasangan yang paling banyak memajang  baliho dibanding kandidat yang lain. Sampah visual berupa baliho-baliho tanpa membayar pajak daerah ini, membuat publik jenuh. Foto : Dokumen SGN.


Temanggung, suaragardanasional.com - Wacana yang berkembang di masyarakat menyoal pilkada tambah hangat. Generasi muda di Temanggung memandang Pilkada dari cara pandang mereka. Gimmick  menjelang pilkada dianggap hanya jor-joran baliho. Kandidat yang tak punya jejak prestasi bagus, sia-dia saja di mata anak muda yang notabene adalah pemilih pemula pada pilkada saat ini.


Per hari Senin (24/6/2024) kubu petahana atau bekas bupati Hadik yang berpasangan dengan Bimo Alugoro, menambah volume pemasangan baliho mereka. Di banyak titik di Kota Temanggung, baliho superjumbo yang baru terpasang berukuran dua kali baliho yang sebelumnya berceceran di perempatan dan pertigaan jalan.


Konon, biaya untuk pemasangan baliho-baliho, yang dipersiapkan oleh Eni Saragih, Bendahara Tim Sukses Hadik - Bimo yang tak lain istri Hadik, dianggarkan setengah miliar rupiah. Eni mengorganisir tim sukses untuk memasang baliho baru tersebut menggunakan truk. Jargon kebanggan Hadik, Semakin Gandem, masih dipamerkan di sisi atas foto wajah kedua pasangan orang yang sudah didesain rekayasa lebih mulus dari aslinya ini. 


"Pak Hadik ini betul adalah petahana bupati. Akan tetapi tidak memiliki success story dalam memimpin Temanggung. Lalu, apa kami atau masyarakat harus memilih?," tanya M Bondan, aktivis muda dan pegiat seni musik, saat diskusi Cangkruk Angkringan jilid IV di Pier House, Senin (24/6/2024) malam.


Bondan memberikan penilaian atas maraknya baliho para bakal calon bupati - wakil bupati yang menyesaki pemandangan kota. Menurutnya, kaum muda juga mempertanyakan maksud pemasangan baliho tersebut. Dan mereka berhak tahu, apa sih pemikiran atau rencana besar para kandidat pemimpin ini ke depan. "Masyarakat dipaksa disuguhi visual semata. Apakah baliho-baliho tersebut membayar pajak? Satpol PP bagaimana ini katanya sebagai penegak perda," ujarnya. 


Pakar desain visual, Sumbo Tinaburko S.Sn, MSi pernah menyebut baliho-baliho pada pilkada adalah sampah visual bagi lingkungan dan masyarakat. Memaksakan masyarakat atau publik untuk menyaksikan visual yang semacam itu, merupakan tekanan psikis yang mengganggu publik. Manalagi cara pemasangannya tidak etis dan memperhatikan segi estetik. Publik punya hak untuk membersihkan sampah visual di hadapannya.


Baliho sebagai sebuah media iklan pamer diri, tak lebih hanya menyenangkan pihak si pemasang. "Apabila sampah visual ini direplikasi sedemikian masif. Mata dan batin publik atau penikmat malah jenuh dan apriori pada keberadaan baliho. Baliho yang tujuannya untuk iklan diri atau sarana membujuk masyarakat, akan berbalik menjadi gambar tak bermakna. Sebab pada desain baliho tersebut tak diketemukan hal atau isi yang mendidik masyarakat," pungkasnya. (Hery S)

Tags

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top