Temanggung - suaragardanasional.com - Sekitar tujuh ribu petani tembakau tumplek-blek di Alun-alun Kota Temanggung, Sabtu (4/5/2024) pagi. Petani menggelar alas duduk di tanah jantungnya Kota Tembakau. Mereka tulus hadir di persembahan untuk leluhur mereka, Wiwitan Mbako, ritual agraris para petani untuk memulai menanam bibit tembakau di tahun 2024 ini.
Petani seperti terkena sihir keyakinan bahwa berbudidaya tembakau membawa keberuntungan. Berbekal makanan ringan dan berat, ingkung ayam, tumpeng, baceman, jajan pasar dan makanan tradisional, diusung diatas kepala dan diletakkan di alas tikar. Ribuan petani datang dari puluhan kecamatan yang selama ini menjadi wilayah penghasil tembakau. "Kami tetap gembregah nandur mbako sampai anak temurun. Seperti pesan para leluhur kami, nandur mbako bakal ngundhuh pulung (membawa keberuntungan-red)," kata Sumaryo (65) petani sepuh bercaping dari Wonoboyo yang turut mengajak anak dan mantunya datang ke ritual Wiwit Mbako.
Saking begitu pentingnya dan melibatkan banyak sisi kehidupan di Kabupaten Temanggung, Wiwit Mbako dihadiri para petinggi kabupaten, hingga provinsi. Kapolda Jateng Irjen Pol. Drs. Ahmad Luthfi S.St. Mk. SH. menyempatkan diri berbaur dengan ribuan petani untuk ngincipi sego bucu, sebagai simbol pembuka Wiwit Mbako. Pj Bupati Temanggung, Drs Hary Agung Prabowo MM berbaju harmonis khas Wong Temanggung. Agung sederet dengan Ketua MUI Kabupaten Temanggung KH Yacob Mubarok. Di panggung yang didesain rendah permukaannya tersebut, Ketua DPRD Kabupaten Temanggung Yunianto SP duduk bersila bersebelahan dengan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Temanggung Muh Amin dan Pj Sekda Temanggung Agus Sujarwo yang didapuk uluk salam membuka acara Wiwit Mbako 2024.
Dua gunungan besar tumpeng hasil bumi diusung dan diletakkan membelah di tengah ribuan petani. Leluhur di Temanggung dipercaya sudah ratusan tahun menjalani ritual semacam ini, sebagai tanda bhakti dan terimakasih manusia kepada Sang Pencipta dan alam semesta. "Petani tidak mungkin bisa bertahan, terus-terusan menanam tembakau kalau tidak didukung alam semesta dan Sang Pencipta. Adanya petani sering rugi sudah menanam tembakau. Kami berpikir baik, tahun ini petani bisa lancar menanam dan memanen tembakau yang bisa mencukupi kebutuhan hidup lalu bisa sejahtera lahir batin," ujar Sri Pangestuti (58) anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) sambil menyantap daging ayam ingkung dan nasi kuning bersama anak-anaknya.
Wiwit Mbako 2024 menjadi alat ukur semangat petani untuk menanam tembakau. Bibit tembakau yang terbaik pun, masih sangsi bisa berbuah hasil daun tembakau yang baik, jika belum diwiwiti dengan do'a dan ritual. Kearifan lokal di kabupaten yang denyutnya mengandalkan budidaya tembakau ini, dijaga penuh oleh Pemkab Temanggung lewat sebuah festival kesenian semacam ini.
Jika tak ada aral melintang, mulai bulan Mei ini, para petani sudah nyoblok atau nandur bibit tembakau. Seiring dengan ikhtiar dan do'a serta harapan. Petani tak ingin larut dalam kesedihan dengan kondisi harga tembakau, meskipun kualitasnya baik, yang ngedrop di harga rendah, dihargai murah oleh tengkulak atau perantara bahkan oleh pabrikan rokok. Tangisan petani tembakau dalam beberapa tahun terakhir ini, tak sama dengan trenyuhnya petani saat mendo'akan takdirnya, yang ingin tetap survive menanam tanaman ajaib satu ini. Entah sampai kapan. (Hery S)