Rumadi, Potret Petani Bersemangat Pada Pendidikan

 

INSAN GIGIH : Rumadi (60) warga Dusun Getas, Desa Pitrosari, Kecamatan Wonoboyo, Kabupaten Temanggung adalah potret insan yang gigih pada pendidikan. Keluarga sederhana ini memberikan contoh nyata, bahwa do'a, ketekunan dan tekad kuat mampu mengubah nasib seseorang menjadi lebih baik. Foto : Hery Setyadi


Temanggung, suaragardanasional.com - Lereng Gunung Prau yang sejuk, berkabut nan jauh dari keramaian, menyimpan cerita inspiratif dari salah satu warganya. Rumadi (60) warga Dusun Getas, Desa Pitrosari, Kecamatan Wonoboyo seolah menjadi cermin kehidupan, betapa tekad, kegigihan dan kekuatan do'a menjadikan keberhasilan hakiki perjalanan hidup manusia.


Rumadi tinggal di rumah sederhana  bercorak limasan di dusun cukup padat, di lokasi berketinggian 1000 mdpl. Mantan guru sebuah MTS di Kecamatan Candiroto ini, mempunyai kisah perjalanan hidup penuh suri teladan. Dari Rumadi si remaja berperawakan kecil, tapi hasrat dan pencapaiannya pada pentingnya nilai pendidikan begitu besar dan heroik.


Puluhan tahun lampau, Rumadi saat belajar di kelas sekolah MTS, selama tiga tahun, dirinya kerap tidur, dengan berpangku tangan di meja kelasnya . Gurunya, Seneng (57) menceritakan, muridnya ini sudah tak terhitung, dimarahi oleh para guru yang lain termasuk dirinya. Rumadi duduk di kursinya dengan memejamkan mata, pada saat guru serius menyampaikan materi pelajaran kepada murid kala itu. Realitanya, tidurnya Rumadi ini terjadi hampir setiap hari.


Ajaibnya, Rumadi dapat melewati masa sekolah di MTS dengan selamat dan lulus. Misteri kenapa Rumadi tertidur di kelas bertahun-tahun ini, baru terkuak setelah puluhan tahun berlalu. Mantan gurunya Rumadi, bernama Seneng, mendapati 'rahasia' misteri ini dari tetangga Rumadi. 


Di lereng Gunung Prau, lahan pertanian warga, seperti tanaman jagung, sering diserang hewan babi hutan atau istilah warga desa disebut kemin. Rumadi rajin membantu orang tuanya untuk menjaga lahan garapan. Setiap hari, di kala malam hari, Rumadi terpaksa tidur di lahan jagung. Demi menjaga tanaman jagung milik keluarga tidak diusik oleh kawanan kemin.


Dari lahan di gunung, selesai menjaga lahan, Rumadi dini hari berjalan kaki sejauh satu kilometer, untuk pulang ke rumah membawa ranting atau kayu untuk dijual. Selanjutnya, menjelang subuh, bongkokan kayu tersebut digendongnya dengan berjalan kaki sejauh 8 kilometer. Sekolah Rumadi, MTS Darul Falah di Desa Gundi di wilayah kecamatan lain, Candiroto. Setiap hari rute jalan tanah itu dilaluinya dengan penuh peluh. "Inilah yang menjadi penyebab Rumadi sering tidur di kelas sekolahnya," ungkap Seneng, mantan guru MTS Darul Falah yang kini menjadi pegawai MAN Temanggung menceriterakan, Minggu (21/4) pada saat bersilaturahmi ke rumah muridnya itu.


Lahan garap di hutan yg diserang kemin adalah lahan dalam penguasaan Perhutani Wilayah Administrasi Kedu Utara yang dikelola LMDH warga desa setempat. Tak hanya kemin, musuh utama petani adalah kawanan kera liar.


Di lahan itu, tanaman diserang pula oleh hama tikus. "Kalau saya lihat, jumlah tikusnya mungkin ratusan ribu. Saya tak percaya dengan apa yang saya lihat. Tikus menyerang padi, sayur dan apapun yang ditanam petani," tutur Rumadi menengok masa lalunya yang getir.

 

Bagi Seneng, pribadi dan sikap Rumadi dinilai sami'na watho'na pada orang tua dan gurunya. Ketekunan Rumadi menempuh pendidikan di masa sulit, dengan kondisi ekonomi keluarga yang pas-pasan, memicu semangat Rumadi muda ingin tetap bisa bersekolah dan tidak ingin terlambat masuk kelas.


Sejengkal langkah sebelum sampai di lokasi sekolah, Rumadi mandi terlebih dulu di belik atau sungai. Perjuangannya, di tahun 1985 itu masih sangat membekas di hatinya sampai kini. Bagaimana dia, setiap hari menerobos hujan, rasa dingin menusuk tulang dan berbasah-basah pakaian, juga sepatunya. 


Di kelas, dia merasa lebih segar. Namun yang tidak bisa dihindari,  konsentrasi Rumadi pada pelajaran menurun, karena tak kuasa menahan rasa ngantuk. Itu yang terjadi dari hari ke hari.

Rumadi lulus MI atau pendidikan setara SD di tahun 1979. Dia kepingin meneruskan jenjang pendidikan setara SMP. Di Wonoboyo pada jaman tersebut belum ada sekolah setara SMP yang berdiri. Sekolah terdekat adalah di Dusun Gundi, Desa Batursari, Kecamatan Candiroto yang berjarak 8 kilometer dari rumah orang tua Rumadi. Itu adalah satu-satunya pilihan baginya.


Rumadi oleh teman-temannya sekolah kerap diejek atau dibully, justru karena begitu rajinnya berangkat sekolah. Isi ejekan adalah apa Rumadi mau jadi guru kog sampai dibela-belain setiap hari jalan kaki masuk sekolah menempuh jarak yang begitu jauh. Sangat berat dibayangkan perjalanan kaki, dari rute pulang pergi Dusun Getas, Desa Purwosari, Wonoboyo melewati jalan bertanah dan berbatu di beberapa desa lain yakni Muntuk, Sembir, Bangsa, Krawitan, Kenteng ke Dusun Gundi, Desa Batursari.


Orang tua Rumadi, Marto Misdi - Ny Misni punya sikap yang langka seperti orang desa pegunungan pada umumnya. Kedua orang tua Rumadi, punya harapan putranya setelah lulus MTS Nur Falah, bisa meneruskan jenjang pendidikan lebih tinggi ke Madrasah Aliyah (MA) masih di tempat lokasi yang sama. Kendala ekonomi, dilewati dengan ikhtiar keras mereka. 


Hingga dia lulus MA di tahun 1990. Berkah dari perjuangannya bertahun-tahun berjalan kaki ke sekolah, Rumadi bisa dipercaya dan bekerja sebagai guru di MTS Nur Falah. Seperti dream come true, ejekan para temannya saat dulu, jadi hikmah baginya, membawa takdirnya bisa menjadi seorang guru hingga pensiun.


Sampai pada titik perjalanan hidup, pasutri Rumadi - Siti Supariyah dari pekerjaan sebagai guru, lalu bertani sayur dan tembakau, dari ketiga anak mereka, kini mampu mengkuliahkan kedua putrinya di sebuah universitas negeri di Kota Yogyakarta. Si anak bungsunya, selesai menempuh pendidikan SMA, kini mondok di sebuah ponpes di Jawa Timur.Histori kegigihan sebagai anak sekaligus orang tua, pantas disematkan kepada Rumadi.


Anak bungsu Rumadi, Alif,  menganggap kedua orang tuanya orang terhebat di dunia. Sebagai anak lelaki, dia siap meneruskan pekerjaan bertani menggarap lahan milik orang tuanya. "Mau tidak mau, warisan luhur berupa lahan ini harus kami teruskan untuk digarap menjadi sumber ekonomi keluarga," tuturnya.  


Potret kegigihan keluarga Rumadi yang seperti ini, sangat langka dan berbanding terbalik dengan kondisi umum di Kabupaten Temanggung. Mengingat kabupaten berjuluk Kota Tembakau ini masih menunjukkan sebagai daerah yang mempunyai nilai statistik putus sekolah yang masih tinggi. Ditambah pula, di tengah rendahnya minat anak muda pedesaan menggeluti dunia pertanian. Refleksi dari cerita hidup Rumadi, beserta tali-temali ketekunan dan semangat pada pentingnya pendidikan lah yang mampu mengubah kehidupan keluarga menjadi lebih baik. (Hery S)

Tags

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top