Tiga Hal Penting Di Temanggung Tak Diselesaikan Bupati M. Al Khadziq

 

KASUS MANGKRAK : Tanah kas desa Danupayan, di Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung ditutup seng oleh pihak desa, setelah diketemukan sejumlah kasus antara kepala desa dengan pihak penyewa. Kasus ini tergolong mangkrak dan tidak diselesaikan oleh Bupati Temanggung Khadziq yang sudah lengser menjelang akhir tahun 2023 lalu. Kasus Danupayan menjadi catatan buruk penegakan aturan dan adanya praktik KKN. Foto : Dok. Redaksi


Temanggung, suaragardanasional.com - Tahun 2024 yang baru menginjak satu hari, menjadi awal untuk mereview sejumlah permasalahan pelik di Kabupaten Temanggung. Di tahun 2024 di bulan Oktober mendatang, Kabupaten Temanggung bakal digelar Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Temanggung periode 2024-2029. Persoalan-persoalan yang mangkrak di era Bupati sebelumnya, pantas untuk dicatat dan disajikan ke masyarakat, sebagai bahan kajian kepala daerah seperti apa yang layak memimpin daerah ini ke depan. 


Mantan Bupati Temanggung 2018 - 2023, Muhammad Al Khadziq menunjukkan kinerja buruk  pada era kepemimpinannya. Berdasarkan  catatan Lingkar Studi Pemberdayaan Perdesaan (LSPP) setidaknya  terdapat 3 (tiga) permasalahan yang tidak tuntas diselesaikan hingga berakhir masa jabatannya sebagai Bupati. Permasalahan pertama adalah adanya kekosongan hukum dalam pengelolaan pasar tradisional sebagai Barang Milik Daerah (BMD). Kedua berlangsung pembiaran pelanggaran penggunaan tanah kas desa (TKD) di Desa Danupayan dan ketiga adalah terjadinya dugaan mark up harga pada praktik pengadaan/penyediaan seragam sekolah dimasa pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2023. Dengan mendasarkan pada ketentuan peraturan perundangan yang berlaku menunjukkan bahwa M. Al Khadziq tidak memiliki ketegasan dan leadership yang mumpuni selaku Kepala Daerah. Ironisnya, berlangsungnya ketiga permasalahan itu berpotensi memasuki ranah hukum dan akan menjadi warisan serta beban bagi Kepala Daerah Temanggung berikutnya.


Catatan akhir tahun 2023 ini merupakan kontribusi LSPP sebagai lembaga independen untuk terlibat aktif dalam melakukan kajian, pengawasan dan publikasi atas implementasi berjalannya kebijakan publik di Kabupaten Temanggung.  Catatan akhir tahun akan dituangkan dalam bentuk 3 laporan singkat dengan  data/dokumen sebagai pendukung serta dasar ketentuan peraturan perundangannya.  



Salah satu persoalan yang mangkrak adalah Kasus penyalahgunaan tanah kas desa (TKD). Tanah adalah sesuatu yang berada dibawah kaki kita. Ia menyediakan air, udara, tempat tinggal dan juga makanan. Perjumpaan manusia dengan tanah inilah memunculkan perilaku bercocok tanam, berburu, meramu dan kebiasaan pola makan. 


Tanah telah membentuk pola relasi sosial, praktik kehidupan dan identitas corak kebudayaan masyarakat. Singkatnya, tanah sangat erat hubungannya dengan keberlanjutan kehidupan manusia.

Secara prinsip, pengaturan dan penggunaan tanah ditegaskan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 bahwasanya Negara yang mempunyai hak menguasai  agar tanah-tanah dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. 


Penjabaran dari UUD 1945 ini dijelaskan dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria (UUPA). Pengertian menguasai menurut Penjelasan Umum UUPA bukanlah memiliki tetapi Negara diberi wewenang untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharannya. Selain itu, Negara juga menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai atas tanah maupun hubungan-hubungan hukum dan perbuatan hukumnya.  Itulah sebabnya, penggunaan tanah harus memberikan manfaat baik kepada masyarakat dan Negara serta pemanfaatannya disesuaikan dengan keadaan dan sifat dari pada hak tersebut. 


Tanah kas desa adalah tanah Negara yang merupakan bagian yang terpisahkan atau yang tidak terpisahkan dari kekayaan Negara yang berada dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggung jawabkan lembaga Negara, baik ditingkat pusat maupun daerah. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 angka 26 Permendagri No. 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa disebutkan bahwa tanah desa adalah tanah yang dikuasai dan atau dimilki oleh Pemerintah Desa sebagai salah satu sumber pendapatan asli desa dan/atau untuk kepentingan sosial. Itulah sebabnya, dalam Pasal 112 ayat (1)  UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa menyatakan bahwa Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota membina dan mengawasi penyelenggaraan Pemerintahan Desa.


Sehubungan dengan pemanfaatan tanah maka  pengalihan fungsi tanah kas Desa juga baru bisa dilakukan setelah mendapat izin tertulis dan persetujuan terlebih dahulu dari Bupati selaku Kepala Daerah. Hal inilah yang menempatkan penyalahgunaan tanah kas desa  (TKD) Danupayan pada pertengahan tahun 2021 lalu merupakan permasalahan serius. Sebagaimana disampaikan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Inspektorat Temanggung Nomor : SR/11.LHP/700/003/VI/2021 tanggal 8 Juni 2021 diketemukan pelanggaran diantaranya bahwa pemanfaatan Aset Desa Danupayan berupa tanah kas desa telah mengalami perubahan fungsi sehingga Bagus Wasiyo Hartono selaku penyewa diminta untuk menghentikan segala aktifitas pembangunan dan mengembalikan kembali fungsi tanah kas desa seluas 3550 m2  menjadi lahan pertanian. 


Ironisnya, pemanfaatan tanah kas desa Danupayan yang telah mengalami perubahan fungsi ini tanpa mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Bupati Temanggung. Tanah kas desa yang berada di ruas jalan strategis ini berada di  Jln. Raya Temanggung – Bulu Km. 5 Danupayan, Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung didirikan  rest area dan resto bernama Lovira yang didalamnya dibangun kolam ikan, area parkir kendaraan dan hall/tempat pertemuan. 


Setelah dikaji mendalam oleh LSPP, penyalahgunaan tanah kas desa Danupayan yang telah dilakukan Kepala Desa maupun pihak menyewa jelas melanggar ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Hanya saja, meskipun Inspektorat Temanggung telah menemukan pelanggaran dan memberikan rekomendasi tindakan yang harus dilakukan sebagaimana disampaikan dalam LHP, Kepala Desa Danupayan tetap membiarkan Lovira Resto tetap beroperasi. 


Fakta-fakta di atas masih diketemukannya  penyimpangan penggunaan tanah kas desa ini-lah maka LSPP melakukan berbagai upaya diantaranya meminta klarifikasi resmi terkait masih beroperasinya Lovira Resto kepada Inspektorat maupun Bupati Temanggung. Ironisnya, selaku Bupati, M. Al Khadziq tidak memberikan tanggapan apapun atas permohonan klarifikasi yang telah disampaikan secara berturut-turut oleh LSPP melalui surat Nomor : 10/LSPP/III/2023 tanggal 9 Maret 2023  dan surat Nomor : 12/LSPP/III/2023 tanggal 25 Maret 2023. 


Dalam kasus pelanggaran penggunaan aset desa Danupayan menunjukkan bahwa M. Al Kadziq selaku Bupati tidak mempedomani dan menjalankan amanat ketentuan peraturan perundangan. Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 115 ayat (1) huruf g dan huruf n UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa bahwa “Pembinaan dan pengawasan yang dilakukan Pemerintah Kabupaten/Kota meliputi mengawasi pengelolaan Keuangan Desa dan Pendayagunaan Aset Desa” dan “Memberikan sanksi atas penyimpangan yang dilakukan oleh Kepala Desa sesuai ketentuan peraturan perundang undangan”. 


Selain itu, Bupati melakukan pembinaan dan pengawasan dalam rangka pengendalian Aset Desa sebagaimana sudah dijelaskan dalam ketentuan Pasal 52 Peraturan Bupati Temanggung No. 48 Tahun 2018 tentang Pedoman Pengelolaan Aset Desa.  Pelanggaran atas pemanfaatan tanah kas desa Danupayan saat ini telah memasuki ranah Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Tengah. Sebagaimana disampaikan dalam pertemuan LSPP bersama Kejati Jawa Tengah di Semarang (22/12/23) diperoleh informasi bahwasanya Kepala Kejati akan menangani secara langsung kasus penyalahgunaan tanah kas desa Danupayan ini. (Hery S)

Tags

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top