Temanggung, Suaragardanasional.com - Desa Gondosuli, Kecamatan Bulu sudah terasa menjadi destinasi wisata religi. Di desa utara lereng Gunung Sumbing ini, menyimpan sejarah panjang dan mempunyai leluhur yang merupakan cikal bakal tokoh-tokoh religi di Temanggung, Magelang dan kabupaten lain. Pada Peringatan Haul ke-57 Kiai Rofi'i di petilasannya, dihadiri tak kurang dari tiga ribu orang peziarah, pada hari Kamis (11/1).
Peringatan Haul Kiai Rofi'i dihelat di sebelah situs sejarah Prasasti Gondosuli. Petilasan atau makam Kiai Rofi'i berada 15 meter dari situs sejarah tersebut. Haul ini diisi pengajian umum oleh KH Muhammad Ali Qoishor Ahmad Abdul Haq dari Ponpes Watucongol Muntilan Magelang. Gus Ali mengungkapkan, Kiai Ro'fii adalah sesepuh bagi kiai-kiai di Jateng bagian tengah. "Apabila warga masyarakat di Gondosuli dan dzuriyah keturunannya setuju, Gondosuli bisa menjadi destinasi wisata religi," kata Gus Ali.
Kades Gondosuli Muhammad Arifin bercerita makam sesepuh Gondosuli diketemukan oleh KH Dalhar Watucongol Magelang.
Dari informasi sejarahnya, Kiai Rofi'i hidup di masa Raja Majapahit kelima. Dan besar kemungkinan tidak jauh dengan masa kerajaan Kesultanan Demak. Namun tak ada penanda kapan kiai yang diagungkan warga Gondosuli ini lahir atau wafat. Makam kiai yang dipercaya merupakan keturunan Sultan Trenggono dari Demak itu tersebut berada di atas tanah negara sesuai penetapan pada Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya. Pihak Balai Pelestarian Cagar Budaya.
Begitu cinta dan dalamnya perasaan memiliki, warga Gandosuli hingga kini, mereka menganggap bahwa Kiai Rofi'i adalah leluhur panutan yang dzuriyahnya adalah leluhur di Kelimbungan, Watucongol, Parakan dan daerah-daerah lain. "Dulu pernah minta makam-makam di komplek situs, termasuk makam Kiai Rofi'i untuk dipindah ke lokasi lain, tapi hal itu ditolak keras oleh warga. Warga bersikukuh sampai kapanpun makam tersebut dipertahankan di lokasi tersebut," kata Arifin.
Wilayah Gondosuli adalah wilayah bersejarah dan diperkirakan prasastinya usianya peradabanya lebih tua dari Borobudur, yakni pada 671 Masehi, tutur kades yang sudah menjabat selama tiga periode ini.
Akhyar Arif, Kepala Dusun Gondosuli, menuturkan Prasasti Gondosuli menjadi penanda perjalanan jaman leluhur mereka. Yang tersisa disana berupa sisa candi dan sebuah batu besar prasasti yang tulisannya berbahasa Melayu Kuno sayangnya sudah sulit dibaca dikarenakan bebatuan prasasti aus termakan usia dan sempat rusak dikarenakan disiram semacam zat kimia oleh tim kepurbakalaan. Diakui, peninggalan sejarah ini terabaikan kondisinya oleh pemerintah daerah. Meskipun, Prasasti Gondosuli dan kompleks candi ini kini dibawah pengawasan Kementrian Pendidikan Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah, dari pengamatan kondisinya kurang terlindungi. Baik dari panas dan hujan atau pemberian pagar pengaman untuk melindungi bebatuan candi yang berserakan dari tangan jahil.
"Warga menuturkan, beberapa batu di lokasi prasasti kerap dicuri orang. Dalam beberapa bulan terakhir, warga Gondosuli telah melaporkan adanya benda sejarah yang raib di lokasi. Kondisi demikian mengkhawatirkan," cerita Arif.
Sekretaris Dinas Perpustakaan dan Arsip Kabupaten Temanggung, Muhammad Ja'far Khudori mengemukakan, benda-benda sejarah tak ternilai harganya ini seharusnya diproteksi secara ketat oleh pihak yang berwenang, sehingga tidak dijarah oleh pencuri. Pelaku pencurian dicurigai merupakan mafia benda-benda sejarah. "Kami akan menelusuri jejak sejarah di Gondosuli lewat riset arsip. Dan kami akan lebih intens memberi perhatian pada situs dan komplek makam Kiai Rofi'i," ujar Ja'far.
Makam KH Rofi'i terletak hanya belasan meter dari Prasasti Gondosuli, relatif lebih terawat dan bersih kondisinya. Kiai Rofi'i adalah tokoh penyebar ajaran Islam di Gondosuli. Pada masa candi-candi dibangun dimungkinkan pada masa Mataram Kuno atau era Hindu. Dengan bukti faktuil berupa adanya patung bercorak Hindu, patung sapi dan simbol-simbol spesifik era Hindu.
Lokasi Peringatan Haul Kiai Rofi'i diselenggarakan satu komplek dengan Prasasti Gondosuli dan Candi. Jemaah pengajian dalam rangka haul ini dihadiri tiga ribu orang. Ukuran jumlah pengunjung atau peziarah ini dibuktikan dengan jumlah paket atsu snack yang disediakan oleh panitia. Peringatan haul ini dilaksanakan di hari Kamis akhir di bulan Jumadil Akhir. Haul ini diperingati baru ke-57, namun sebenarnya Kiai Rofi'i sudah meninggal dunia ratusan tahun lampau. Tidak ada data persis pada tahun berapa kiai kharismatik ini meninggal dunia. Ada pihak yang menyebut, diperkirakan silsilah Kiai Rofi'i berasal dari Kasultanan Mataram Islam, Sultan Agung.
Pihak pemerintahan desa belum bisa menemukan petunjuk sejarah yang pasti. Akan tetapi, sejak diberikannya isyarat oleh tokoh Islam dari Watucongol Magelang bahwa disitulah terdapat makam wali Kiai Rofi'i, keyakinan warga bulat. Peringatan haul pun mulai dilakukan sejak puluhanntahun lampau, mulai dari cara sederhana berbentuk tahlinan hingga kini ada ritual sholawatan dan sebagainya.
Di masa mendatang pihak Pemerintah Desa Gondosuli untuk merencanaka space atau ruang pengajian yang lebih luas dan representatif. Tempat pengajian yang sekarang ini dipergunakan untuk rubuan peziarah, dikhawatirkan akan menganggu keberadaan situs. Datangnya orang atau peziarah ke lokasi tersebut bisa membawa dampak kerusakan bebatuan dan benda bersejarah. Apalagi pengunjung yang besar berpotensi meninggalkan sampah di lokasi yang seharusnya tetap terjaga kelestariannya. (Hery S)