Temanggung, suaragardanasional.com - Gunung Sumbing menjadi saksi bisu perjalanan ritual warga Dusun Kacepit, Desa Pagergunung, Kecamatan Bulu. Ratusan warga desa menggelar ritual Rejeban di area pepunden desa, Plebengan, Jum'at (26/1). Kecintaan warga pada alam dan lingkungan mereka mengakar kuat sejak dahulu hingga sekarang.
Ritual Rejeban Plebengan merupakan tradisi yang dilaksanakan oleh masyarakat Kacepit pada Bulan Rajab dalam kalender penanggalan Islam. Rangkaian acara dimulai dengan kirab yang dilaksanakan oleh masyarakat dengan mengenakan pakaian adat, serta membawa hasil bumi dan tumpeng menuju Punden Plabengan yang berjarak ratusan meter dari dusun tertinggi di desa.
Warga yang mayoritas petani, sejak pagi menyiapkan berbagai masakan olahan, lauk pauk, sayur, buah dan makanan kecil tradisional. Setiap keluarga minimal membawa satu tenong atau wadah bambu untuk menyimpan varian makanan tersebut. Dan tenong-tenong dipikul dan disunggi warga dibawa menuju Punden Plebengan, yakni makam para leluhur mereka.
Ritual Rejeban Plebengan menjadi aktifitas budaya dan keyakinan yang dilakoni warga turun-temurun. Ada sentuhan seni pada ritual tersebut, yakni menggelar tarian kuda lumping di halaman pepunden. Do'a-do'a dipanjatkan oleh sesepuh dan warga desa dengan tenang dan khidmat. Hembusan angin pegunungan sesekali menggoyangkan rerimbunan pohon yang menaungi area pepunden, tempat dimana warga meletakkan tenong dan penonton dari luar berteduh.
Serangkaian ritual ini dilakukan mulai pagi pukul 07.00 hingga 10.00 WIB di tengah hawa yang cukup dingin. Kacepit atau biasa disebut Cepit di Desa Pagergunung juga merupakan jalur pendakian gunung tertinggi kedua di Jawa Tengah yaitu Gunung Sumbing (3371mdpl). Lokasi dusun ini sangat akrab di telinga para pendaki gunung.
Kades Pagergunung H Sukarman selama memimpin desa ini, telah menjadikan desa sebagai destinasi wisata budaya. "Desa ini juga menjadi salah satu Desa wisata yang ada di Temanggung dengan wisata budayanya, salah satunya adalah wisata tradisi Rejeban Plabengan, yang di adakan setiap setahun sekali di bulan rajab kalender Jawa," tutur Wal salah satu perangkat desa setempat. Pada ritual Rejeban tahun 2024 ini, tidak ada pejabat Bupati Temanggung yang hadir. Prosesi rejeban hanya dihadiri forpimcam.
Sungguh menarik mengunjungi agenda Rejeban Plebengan yang rutin menjadi tujuan hunting para fotografer dari berbagai kota. Eksotiknya alam, suasana dan aktifitas budaya rejeban, sangat dramatis bila diabadikan dalam fotografi. Desa yang terletak pada ketinggian 1.200 mdpl ini berada 12 kilometer dari ibu kota Kecamatan Bulu. Desa yang berbatasan dengan hutan lindung ini mudah ditempuh karena kondisi jalan yang sudah beraspal. Banyak pendaki gunung melewati desa ini dalam perjalanan ke Gunung Sumbing.
Rejeban Plebengan dimaknai warga desa sebagai penghormatan pada leluhur mereka. Para leluhur inilah yang sejak lampau mengajarkan pentingnya menjaga kelestarian alam, melindungi mata air, pohon dan tanah. Wilayah desa di punggung Gunung Sumbing ini menjadi warisan yang harus dijaga sampai kapanpun, karena alam lingkungan itulah yang turut menjaga manusianya. (Hery S)