Kudus, SGN.com- Pengadilan Negeri (PN) tidak dibenarkan memberikan kesempatan perbaikan surat kuasa berdasarkan surat edaran mahkamah agung (Sema) nomor 1 tahun 1971(Buku Yahya Harahap " hukum acara perdata" hal 15, cetakan 2008) .
Dan Surat Kuasa (khusus) perlu dicermati dengan baik karena kesalahan atau kekeliruan dalam pembuatan surat kuasa akan terancam batal demi hukum apa yang telah dikuasakan (Putusan Mahkamah Agung RI No. 531 K/Sip/1973, tanggal 25 Juli 1974).
Dengan demikian, gugatan yang diajukan ke pengadilan sudah pasti batal, setidak-tidaknya gugatan dinyatakan tidak dapat diterima.
Hal itu diungkapkan, Sukis Jiwantomo, seusai sidang kedua perdana kasus seleksi perangkat desa di Kabupaten Kudus yang digelar di Pengadikan Negeri Kudus, Rabu (10/5/2023) yang dipimpin Wiyanto dan dihadiri para pihak.
Namun sidang diundur lagi sepekan ke depan ( Rabu, 17/5/2023), karena Ahmad Soleh, selaku penggugat belum juga melengkapi berkas-berkas. Dicabut atau mau dilanjutkan tanya Wiyanto. Akhirnya Ahmad Soleh akan melanjutkan kasus ini.
Menurut Sukis yang dikenal sebagai salah satu anggota dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pemuda Panca Marga (PPM) dan selaku kuasa hukum dari Teguh Santoso Koordinator Garank I SPD Kabupaten Kudus,
setiap kegiatan beracara di pengadilan yang sifatnya mewakili seseorang terlebih dahulu harus dapat membuktikan diri tentang keabsahannya sebagai seorang yang hadir mewakili salah satu pihak yang berperkara yang ditandai dengan adanya "Surat Kuasa Khusus" dari inperson sebagai pemberi kuasa.
Disebut khusus dalam surat kuasa khusus karena hanya digunakan khusus untuk satu urusan saja. Misalnya, mewakili seseorang sebagai Penggugat dalam perkara PMH (Perbuatan Melawan Hukum), nya.
Dengan demikian perkara lain meskipun orangnya sama tidak dapat disatukan dalam satu surat kuasa untuk keperluan beracara di pengadilan. Meskipun surat kuasa ini tampaknya sepele. Namun, bisa berakibat fatal.
Terutama jika pihak lawan perkara jeli, akan selalu memanfaatkan setiap peluang kelemahan yang ada dengan cara mengajukan eksepsi untuk melemahkan dalil gugatan.
Sukis merujuk pasal 147 RBg/123 HIR tidak diatur secara spesifik mengenai perincian hal-hal apa yang harus dimuat dalam surat kuasa khusus. Dalam ayat (1)-nya hanya dijelaskan,
"Kedua belah pihak, jika mereka menghendaki dapat meminta bantuan atau mewakilkan kepada seorang kuasa, yang untuk maksud itu harus dilakukan dengan suatu surat kuasa khusus, kecuali badan yang memberi kuasa itu hadir sendiri." ujarnya.
Sedang menurut Sema No. 2 tahun 1959 dan SEMA No. 6 tahun 1994, tgl. 14-10-1994, sahnya surat kuasa ditetapkan (Viswandro, 2015:11) : Menyebut dengan jelas dan spesifik surat kuasa, untuk berperan di pengadilan;
Seperti menyebut kompetensi relatif. Menyebut identitas dan kedudukan para pihak. Serta menyebut secara ringkas dan konkrit pokok dan objek sengketa yang diperkarakan. Syarat-syarat tersebut diatas bersifat kumulatif, jika tidak terpenuhi salah satu syarat, maka kuasa tidak sah menurut hukum.
Bahwa sesuai fakta persidangan pada sidang pertama atas perkara aquo telah diperoleh fakta hukum bahwa surat kuasa yg diberikan Para Penggugat adalah bukan surat kuasa khusus melainkan bersifat umum.
Dengan Demikian Gugatan Para Penggugat yg telah dibuat dan ditandatangani serta didaftarkan di Pengadilan Negeri Kudus adalah tidak sah dan batal Demi Hukum.
” Oleh karena itu kami selaku Kuasa Hukum T intervensi mohon kepada majelis hakim yang memeriksa dan mengadili untuk segera menyatakan gugatan Para Penggugat tidak dapat diterima dalam putusan sela sebelum mediasi dan persidangan agenda jawab jinawab tutur Sukis mengakhiri keteranganya secara tertulis.(Sup)