Kudus,SGN.com- Hartopo akan mengakhiri masa tugasnya sebagai Bupati Kudus sekitar lima bulan lagi. Setelah dilantik Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, 9 April 2021.
Sebelumnya , pria kelahiran 10 Agustus 1967,adalah Pelaksana Tugas (PLT) Bupati Kudus per 29 Juli 2019 dan sebelumnya,menjabat sebagai Wakil Bupati Kudus periode 2018-2019.
Saat itu jabatan bupati dipegang Moh Tamzil, namun yang bersangkutan keburu tertangkap operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pembrantasan Korupsi (KPK). Pasangan bupati-wakil bupati Kudus Tamzil-Hartopo dilantik per 23 September 1918.
Menurut Sekretaris DPRD Kudus, Djati Solechah, Rabu (10/5/2023), sebelum tiga bulan dari akhir masa jabatan (AMJ), Hartopo terlebih dahulu melaporkan perihal AMJ kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan atau Gubernur Jawa Tengah.
Sambil menunggu jabatan bupati/wakil bupati yang baru, maka berdasarkan ketentuan yang ada ditunjuklah Pejabat (Pj)bupati/walikota.
Dan yang berhak menunjuk adalah Mendagri lewat Gubernur, dan juga melalui proses usulan dari DPRD, yang juga berhak mengusulkan tiga orang nama.
Bisa dari Provinsi ataupun dari Kabupaten/Kota sendiri tuturnya.Menurut Kompas.Id 6 Januari 2023 : di tengah polemik yang belum tuntas, gelombang pengangkatan penjabat kepala daerah akan segera kembali dimulai di tahun 2023.
Berbagai masalah menyeruak saat gelombang pengangkatan penjabat kepala daerah di 2022 karena minimnya akuntabilitas dan transparansi.
Sebanyak 170 kepala daerah akan berakhir masa jabatannya pada 2023. Sebagai dampak dari penyerentakan pemilihan kepala daerah di 2024, pemerintah akan mengangkat penjabat kepala daerah.
Dibandingkan tahun 2022, jumlah penjabat kepala daerah yang dilantik tahun ini akan lebih banyak. Sebanyak 17 penjabat gubenur, dan 115 penjabat bupati dan 38 wali kota akan kembali ditunjuk.
Padahal, warisan masalah di gelombang pertama pengangkatan 101 penjabat kepala daerah tahun 2022 belum tuntas. Salah satunya ketiadaan aturan teknis pengangkatan penjabat kepala daerah sebagaimana diamanatkan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya pada 21 April 2022 menjadi pangkal persoalannya.
Dalam pertimbangan putusannya, MK memerintahkan pemerintah untuk menerbitkan peraturan mengenai pengisian penjabat kepala daerah.
Aturan pelaksana itu penting untuk menyediakan mekanisme dan persyaratan yang terukur dan jelas sehingga pengisian penjabat kepala daerah tidak mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi.
Peraturan pelaksana juga dapat memberikan jaminan bagi masyarakat bahwa mekanisme yang dilakukan sudah berlangsung transparan dan akuntabel.
Bahkan, MK secara khusus menyoroti unsur prajurit TNI dan anggota Polri aktif tidak dapat menjabat sebagai penjabat kepala daerah.
Tak hanya MK, pada Juli 2022, Ombudsman RI telah merilis Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LHAP) terkait pengaduan soal pengangkatan penjabat kepala daerah. Di dalamnya, ORI memaparkan adanya temuan malaadministrasi dalam pengangkatan penjabat.
ORI meminta Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian untuk melaksanakan tiga tindakan korektif, di antaranya menindaklanjuti surat pengaduan dan substansi keberatan dari pihak pelapor, meninjau kembali pengangkatan penjabat kepala daerah dari unsur prajurit TNI aktif, serta menyiapkan naskah usulan pembentukan peraturan pemerintah terkait proses pengangkatan, ruang lingkup, kewenangan, evaluasi kinerja, hingga pemberhentian kepala daerah.
Namun, tak semua tindakan korektif dari ORI ini dijalankan Mendagri. Saran perbaikan untuk membuat peraturan pemerintah tak dilaksanakan. Bahkan, hingga saat ini, Peraturan Menteri Dalam Negeri yang dipilih pemerintah untuk menjadi payung hukum pengangkatan kepala daerah belum ada.
Saat ini, permendagri yang diusulkan Kemendagri sedang dibahas bersama kementerian dan lembaga terkait, ujar Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Benni Irwan, Rabu (4/1/2023).
Sebelumnya dalam wawancara pada 13 Juli 2022, Benni menyebutkan aturan teknis yang direncanakan dalam format permendagri itu drafnya sudah 90 persen selesai disusun. Draf finalnya sudah 90 persen, tinggal penajaman untuk memasukkan pertimbangan dari putusan Mahkamah Konstitusi.
Hal itu menjadi perhatian Mendagri karena kami diminta menyusun aturan teknis agar proses penunjukan kepala daerah lebih demokratis, transparan, dan akuntabel, katanya (Kompas.id,13/7/2022).
Sedang menurut KORANMANADO.CO.ID- Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akhirnya merubah regulasi terkait pengusulan Penjabat (Pj) Kepala Daerah baik Bupati, Walikota dan Gubernur yang akan berakhir mei mendatang.
Perubahan itu tertuang dalam Surat Nomor: 100.2.1.3/1773/SJ tertanggal 27 Maret 2023 perihal usul nama calon penjabat bupati/walikota. Surat itu ditandatangani Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Suhajar Diantoro. Dalam surat itu meminta kepada Ketua DPRD segera mengusulkan nama penjabat kepala daerah.
Khusus Bolaang Mongondow (Bolmong), satu dari 36 Kabupaten di Indonesia yang harus mengusulkan Pj Bupati ke Kemendagri. Usulan DPRD itu paling lambat 6 April 2023.
Ketua DPRD Bolmong, Welty Komaling mengaku telah menerima surat dari Kemendagri. "Ya, benar saya sudah menerima surat itu," ujarnya.
Terkait regulasi baru ini, publik Bolmong dibuat penasaran, apakah nama penjabat Bupati Bolmong Limi Mokodompit salah satu nama yang akan diusulkan DPRD dan diperpanjang atau tidak. Pasalnya, masa jabatan Limi akan berakhir Mei 2023 mendatang.
Ada 3 poin penting dalam surat itu. Dalam poin 2 berbunyi Berkenan DPRD kabupaten/kota melalui Ketua DPRD dapat mengusulkan 3 (tiga) nama calon penjabat bupati/walikota dengan orang yang sama/berbeda untuk menjadi bahan pertimbangan Menteri dalam menetapkan Penjabat Bupati/Walikota.
Dalam surat Kemendagri itu juga dijelaskan bahwa nama calon penjabat yang diusulkan Ketua DPRD harus Pejabat Tinggi Pratama.(Sup)