Pati, SGN.com- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Joeang Pati kecewa berat atas kinerja aparat Kejaksaan Negeri Kabupaten Pati. Antara lain menyangkut laporan tentang dugaan korupsi pada Badan Usaha Milik Desa Bersama (Bumdesma) Maju Berdikari Sejahtera Pati ( MBSP) 21 bulan lalu jalan di tempat "Kami sebagai pihak pelapor kasus dugaan korupsi Bumdesma ini, sangat kecewa dan tidak mempercayai lagi, terhadap kinerja kejari Pati.
Karena kasus ini sudah kami laporkan 21 bulan lalu,Maka kami akan menggelar demo di Kejagung Jakarta. Dengan tuntutan agar penanganan kasus Bumdesma MBSP segera dibawa ke meja hijau," ujar Direktur LBH Joeang, Fatkurochman yang didampingi Anton Sugiman dan Supriyanto, Kamis (25/5/2023).
Pada Rabu (24/5/2023) mereka bertiga hendak menghadap kepala Kejaksaan Negeri Pati, Mahmudi, dengan tujuan menanyakan sejauh mana perkembangan penanganan kasus Bumdesma MBSP. Namun, mereka hanya ditemui Kasubsi Pidus Fandi Isnan. Kami sangat terkejut telah mendengar penjelasan dari Fandi Isnan jika Kejari belum bisa bergerak lebih luas, dengan alasan masih menunggu hasil audit BPK yang belum keluar, tambah Anton Sugiman.
Sejak berdirinya Bumdesma MBSP), Februari 2018 sampai dengan Kamis ( 25/5/2023) ditengarai penuh teka teki. Penuh lika liku, semrawut, hingga tidak pernah ada kejelasan dari pihak manajemen, Ketua Umum Paguyuban Solidaritas Kepala Desa dan Perangkat Desa Kabupaten Pati (Pasopati) sekaligus DPC Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Papdesi) Pati periode 2021 2027, Kantor Kejaksaan Negeri Pati, hingga Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) setempat.
Mengingat adanya laporan tentang dugaan tindak pidana penyalah-gunaan kewenangan jabatan kepala desa dan penggelapan anggaran negara yang diinvestasikan ke Bumdes Bersama PT MBSP kepada Kepala Kejaksaan Negeri Pati. Bahkan kantor kejaksaan ini pernah digeruduk dan dihujat puluhan pengunjukrasa. Namun aparat penegak hukum tersebut juga belum pernah menindak-lanjuti.
Anggaran itu berjumlah Rp 5.050.000.000,- ( Rp 5,05 miliar) yang diperoleh dari setoran 159 Kepala Desa (Kades) di Kabupaten Pati dan dijadikan modal untuk unit usaha Poliklinik Pratama. Dari rencana tujuh unit, baru terlaksana lima unit, yaitu di Kecamatan Kota Pati, Wedarijaksa, Trangkil, Tlogowungu dan Margoyo.
Sedang pelapornya Selamet Widodo, Anton Sugiman ,Supriyanto bersama Kuasa Hukum Kantor LBH Joeng Pati Semua unit Poliklinik Pratama tersebut tidak menempati bangunan baru, tapi masih dalam status sewa kepada warga setempat.
Selain itu sejumlah perwakilan Puskesmas juga sempat mengadu kepada DPRD Pati atas kehadiran Poliklinik Pratama milik Bumdes Bersama PT MBSP, ujar Anton Sugiman,Dari dua hal yang diungkapkan Anton tersebut, muncul pertanyaan ke mana larinya pos anggaran pembangunan poliklinik.
Lalu menyangkut pula pengisian tenaga dokter, para medis beserta peralatan kerjanya, jumlah pasien, hingga menyangkut perolehan pemasukan dan pengeluaran keuangan masing masing poliklinik.
Termasuk operasional Poliklinik Pratama tersebut apakah sudah sesuai dengan pearturan perundangan yang berlaku. Dalam hal ini Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 9 tahun 2014 tentang klinik.
Sedang menyangkut penyalah gunaan kewenangan jabatan kepala desa dan penggelapan anggaran negara, terlihat belum/tidak adanya rembug desa/musyawarah desa terlebih dahulu/ persetujuan dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
Dana segar yang dikeluarkan pihak desa kemungkinan besar berasal dari Dana Desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Ketua Umum Pasopati- Papdesi Kabupaten Pati, Pandoyo, Ketua Bumdes Bersama Sugiyanto, Kepala Desa Semampir, Kepala Desa Kalirejo, Kepala Desa Gajah Mati, yang dikonfirmasi tentang kasus Bumdes Bersama PT MBSP, lewat telepon/ whats app (WA) selama dua hari terakhir belum/tidak merespon
Siap diaudit.
Menurut Radar Kudus Jawa Pos 17 November 2019 : Untuk menghapus kekhawatiran pengelolaan dana, Reza Adis Wasono, selaku Direktur Umum (Dirut) Bumdes Bersama PT MBSP siap diaudit kapan saja. Ucapan itu selalu dia sampaikan kepada mereka yang hendak bergabung sebagai tanda keseriusan komitmennya.
Segala sindiran yang didapatnya justru memacu perusahaannya untuk lebih maju. Kami sudah menggandeng akuntan, jadi siap diaudit, tuturnya .
Sementara pemilihan klinik sebagai salah satu pengembangan usaha perseroan tidak terlepas dari saran beberapa pihak, salah satunya wakil bupati Pati.
Pertimbangan lain datang dari sisi pendapatan.Kerja sama dengan BPJS Kesehatan membuat imbal keuntungan dari klinik terlihat kian seksi.
Klaim berapa pun pasti dibayar. Bahkan, kalau tidak ada yang berobat, BPJS tetap melakukan pembayaran pada klinik. Nah, ini menarik, jelasnya.
Dan sejak semula pihaknya sudah menekankan kepada para kepala desa bahwa mendapatkan keuntungan dari usaha klinik memang tidak mudah dan cepat. Padahal, modal yang dibutuhkan untuk membangun klinik tidak sedikit. Investasi yang ditanamkan untuk membangun satu klinik bisa mencapai Rp 250 juta. Sehingga total untuk tujuh klinik mencapai Rp 1,75 miliar.
Selain klinik, PT MBSP memiliki bidang usaha lain, yaitu infrastruktur dan pertanian serta industri kreatif. Bisnis kami di bidang infrastruktur dan pertanian sudah membukukan omzet Rp 1 miliar, ungkapnya.
Dalam menekuni bisnis itu, Reza bekerja sama dengan PT Mitra Bumdes Nusantara. Keduanya sepakat mendirikan perusahaan bernama PT Mitra Desa Pati yang bergerak di usaha bidang perdagangan, salah satunya semen.
Itu penjelasan Dirut Bumdes Bersama PT MBSP yang diungkapkan November 2019, atau sudah tiga tahun lebih, tapi kenyataan di lapangan membuktikan hal yang berbeda. Butuh kejujuran semua pihak .
Apalagi pertanggung jawaban juga sudah ditunggu tunggu puluhan ribu rakyat yang tersebar di 159 desa yang sudah terlanjur menyetor dana segar Rp 5,05 miliar.(Sup)