WUJUD SYUKUR : Warga Desa Bacem Blora masih mekestarikan ritual tradisional sedekah bumi. Warga berkeyakinan bahwa setelah digelar sedekah bumi, hidup warga lebih ayem dan tenteram. Foto : Hery Setyadi
Blora, SGN.com- Tradisi Sedekah Bumi adalah ritual tradisional masyarakat yang populer di Indonesia khususnya khususnya di pedesaan di Pulau Jawa. Blora adalah salah satu kabupaten yang masih nguri-nguri meneruskan tradisi kearifan lokal ini.
Di Desa Bacem Kecamatan Jepon, Kabupaten Blora, Sedekah Bumi begitu istimewa, yang dilaksanakan di rumah Kepala Desa Bacem dan lokasi sakral desa yakni Punden Soko pada hari Jumat (19/5).
Ritual Sedekah Bumi, Nyadran, Manganan atau sebutan masyarakat setempat merupakan wujud rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa setelah menerima hasil bumi yang melimpah.Tradisi ini sudah berlangsung turun temurun dari nenek moyang. Warga desa merasa hidupnya senakin ayem atau tenteram setelah menggelar sedekah bumi.
Acara di hadiri oleh ibu Kepala Desa Bacem, Bhabinkamtibmas, Babinsa, Dinas PMD, tokoh masyarakat Desa Bacem, RT, RW, serta perangkat desa setempat dan semua warga Desa Bacem yang digambarkan guyub dan kuat gotong royongnya. Keguyuban warga ini sehingga menjadikan acara berjalan tertib dan lancar.
Kades Bacem, Sarmini berharap melalui tradisi ini seluruh warga di beri limpahan rejeki dan dijauhkan dari bahaya oleh Yang Maha Kuasa. Sedekah Bumi juga untuk mempererat persaudaraan antar warga," tuturnya.
Selain itu Sedekah Bumi juga bertujuan meneruskan atau melestarikan Budaya Jawa. "Di desa kami, Desa Bacem, setiap tahunnya pasti mengadakan kegiatan tradisional dengan hiburan kethoprak. Yang di laksanakan nonstop pada siang hingga malam hari.
Kades Bacem juga woro-woro mengundang para warga untuk hadir menyaksikan kethoprak Ceplis asal Desa Turi Jepon Blora.
Salah satu tokoh warga, Paimo (70) mengucapkan banyak terimakasih kepada seluruh yang hadir. Rasa syukur dipanjatkan warga kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Karena selama beberapa tahun tidak bisa melaksanakan sedekah bumi secara besar-besaran seperti saat ini karena wabah Covid-19 yang meluluh lantakkan sendi kehidupan warga desa setempat, kenangnya. (Hery S)