PETANI RESAH : Kelompok tani pinggir hutan di Banyuwangi resah dengan sikap Perhutani yang tak transparan dalam menyalurkan dana bagi hasil tebangan kayu. Petani merasa ada manipulasi dalam perhitungan dana tersebut. Foto : Tim Redaksi
Banyuwangi, SGN.com - Keresahan kelompok tani pinggir hutan memuncak. Perhutani yang dinilai tak transparan dalam menyalurkan dana bagi hasil tebangan ke petani, masih bersikukuh bahwa perhitungan oleh perusahaan plat merah ini sudah betul. Namun dari pihak petani tetap kritis, perhitungan bagi hasil tersebut dikalkulasi ulang lebih transparan.
"Pihak Perhutani memanggil kami selaku perwakilan kelompok petani, untuk klarifikasi di Banyuwangi pada hari Rabu (12/4).
Petani ingin mendengar apa alasan Perhutani membuat perhitungan bagi hasil tersebut yang tidak sesuai azas keadilan," tandas Ketua Lingkar Studi Pemberdayaan Perdesaan (LSPP) Andrianto kepada SGN.com Selasa (11/4).
Dana bagi hasil (DBH) sumberdaya alam (SDA) termasuk kehutanan merupakan dana perimbangan yang dialokasikan kepada daerah penghasil dengan berdasarkan realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan dibagihasilkan dengan menggunakan prosentase tertentu sebagaimana amanat ketentuan Undang-Undang (UU) No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan.
Pengalokasian DBH SDA kepada daerah penghasil harus dilakukan dengan prinsip transparansi karena menyangkut kepentingan hajat hidup orang banyak dan kesejahteraan masyarakat. Transparansi penggunaan data yang digunakan sebagai faktor pengurang dari DBH SDA juga harus dilakukan untuk memberikan kepastian besarnya nilai yang akan diterima.
Bagi LMDH-KTH Barurejo Rahayu Makmur dari Desa Barurejo, Kecamatan Siliragung, Kabupaten Banyuwangi yang telah menandatangani Naskah Perjanjian Kerjasama Kemitraan Kehutanan (NKK) bersama Administratur Perhutani KPH Banyuwangi Selatan, Nur Budi Susatyo selaku Pihak I dan M. Soni Abdul Ghofur selaku Pihak II pada tanggal 28 Februari 2019 dan telah menerima SK Menteri LHK tentang Pengakuan dan Perlindungan Kemitraan Kehutanan (KULIN KK) pada tanggal 12 Maret 2019, hak untuk memperoleh bagi hasil tebangan kayu dari Perhutani berbelit-belit, tidak ada transparansi dan terindikasi terjadi manipulatif.
Kegiatan penebangan Jati yang telah selesai dilakukan pada akhir tahun 2021 hingga saat ini lebih dari 15 bulan tidak ada kejelasan realisasi pembayarannya. Kegiatan penebangan dengan target volume kayu menghasilkan 1062 M3 pada areal seluas 158 ha di wilayah BKPH Pesanggaran sebagaimana disampaikan Kepala BKPH Pesanggaran dalam laporan Rencana Kegiatan Tebang, realisasinya hanya mencapai 792 M3. Terjadinya kehilangan tebangan kayu Jati sebesar 270 M3 atau mencapai hampir 25% ini tidak ada klarifikasi resmi dari Perhutani.
Menurut Andrianto selaku pendamping LMDH-KTH Barurejo Rahayu Makmur bahwa penghitungan dalam menentukan besarnya dana bagi hasil harus transparan. Transparansi wajib diberlakukan sejak awal mulai dari besarnya potensi sumberdaya hutan kayu yang ada dan faktor-faktor penyebab terjadinya kehilangan. Tidak ada penjelasan resmi atas terjadinya kehilangan kayu menunjukkan performa yang buruk di institusi Perhutani. Ketidaktransparanan Perhutani ini memunculkan spekulasi bahwa patut diduga telah berlangsung perbuatan korupsi.
Tanaman keras/pohon di wilayah hutan yang telah disahkan Kementerian LHK untuk dikerjasamakan melalui KULIN KK antara Perhutani dengan masyarakat merupakan asset/kekayaan Negara. Sudah sangat jelas menurut ketentuan bahwa potensi kayu maupun pada saat dipungut/ditebang jumlahnya harus tercatat. Ketidaktercatatan hasil hutan ini termasuk sebagai perbuatan memalsukan hasil hutan sebagaimana dijelaskan dalam UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Konsekuensi hukum pidananya itu ada. Tidak transparan dalam menentukan proporsi besarnya nilai dana bagi hasil yang realisasinya hingga kini berlarut-larut ini harus segera dituntaskan. Selaku pendamping meminta keterlibatan resmi dari Dewan Pengawas Perum Perhutani dalam penyelesaiannya dana bagi hasil yang menjadi hak kelompok tani hutan.
Sebagaimana diketahui, kewajiban Perhutani memberikan dana bagi hasil kepada LMDH-KTH Barurejo Rahayu Makmur telah tertuang dalam Keputusan Menteri LHK Nomor : SK. 1733//MenLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/3/2019 tentang KULIN KK; SK. Direksi Perum Perhutani No. 436/KPTS/DIR/2011 tentang Pedoman Berbagi Hasil Hutan Kayu serta Naskah Kerjasama Kemitraan Kehutanan No : 07/NKK/BWS/Divre JATIM/2019 dan No. 01/LMDH-BRM/II/2019. (Hery S)
#perhutani
#bumn
#jawatimur
#ericktohir