Kudus, SGN.com- Rabu 1 Maret 2023 di Kudus berlangsung kirab Piala Adipura 2022. Sebuah penghargaan dari Presiden Republik Indonesia untuk kota sedang yang berhasil dalam kebersihan dan pengeloaan lingkungan. Dan sehari sebelumnya piala Adipura tersebut diterima Bupati Kudus, Hartopo langsung dari tangan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar di Jakarta.
Menurut Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya KLHK Rosa Vivien Ratnawati, Adipura masih menjadi instrumen lingkungan yang penting untuk setiap daerah. ”Kami berusaha menyempurnakan program Adipura dan mendorong kabupaten/kota untuk mencapai target penanganan sampah di tahun 2025. Kabupaten/kota perlu terus berbenah dan beradaptasi dengan perkembangan metodepengelolaan sampah sehingga dapat menemukan solusi terbaik dalam mengatasi persoalan sampah,” tuturnya.
Program Adipura adalah kebijakan yang mengedepankan implementasi sebagai peran strategis kebijakan mulai dari pemerintah pusat hingga daerah tentang pengelolaan sampah. Undang-Undang tentang Pengelolaan Sampah mensyaratkan tempat pembuangan akhir (TPA) harus berupa sanitary landfill, ditutup, dan tidak dilakukan secara open dumping (sistem terbuka).
Indikator kriteria penilaian Adipura tidak hanya fokus pada penanganan sampah, tetapi juga bagaimana setiap daerah fokus mengurangi sampah dari sumbernya. Kriteria ini mencakup fasilitas dan proses pemilahan, pendauran, penggunaan ulang sampah, dan penanganan sampah di TPA.
Indikator yang dinilai dalam penghargaan Adipura ini adalah target nasional yang harus di penuhi sesuai Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional (Jakstranas) Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Melalui pemenuhan sejumlah indikator, diharapkan sampah di setiap kabupaten/kota dapat 100 persen terkelola dengan baik pada 2025.
Sementara itu, Adipura 2022 bukan Adipura pertama yang kali pertama diterima Kudus. Bahkan Kota Kretek ini juga pernah menyabet Adipura Kencana pada 5 Juni 1996. Dan sebagai bentuk “kenang-kenangan” pemerintah Kabuoaten Kudus membangun Taman Adipura Kencana di seputar perempatan Sempalan/ Rumah Sakit Mardi Rahayu pada tahun 2015 dengan biaya Rp 200 juta dan kemudian “disempurnakan” pada tahun 2016 dengan anggaran dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) Rp 980 juta.
Rentang waktu 1996 — 2022 atau sekitar 26 tahun peta persampahan dan lingkungan di kabupaten dengan luas terkecil di Provinsi Jawa Tengah ini semakin pelik- semakin banyak persoalan. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Desa Tanjungrejo Kecamatan Jekulo, yang dibangun pada sekitar tahun 1991 di atas lahan seluas 5,6 hektar, sudah tidak mampu menampung lagi gelontoran sampah yang melonjak hingga 130 ton per hari (pada posisi 2021- 2022) Lalu untuk “menyiasati”nya, sekitar 10 gazebo yang berada di komplek TPA diratakan dengan tanah pada Februari 2022.
Padahal 10 gazebo tersebut merupakan bagian dari Taman TPA Tanjungrejo yang dibangun pada tahun 2016 dengan biaya Rp 14,6 miliar bantuan Gubernur Jawa Tengah. Pembangunan taman tersebut merupakan bagian strategi Pemkab Kudus/Bupati Kudus saat itu Mustofa agar Kudus memperoleh penghargaan Adipura lagi. Dan itu memang berhasil.
Namun penghancuran itu tidak perlu terjadi, jika usulan untuk memperluas lahan TPA Tanjungrejo yang diajukan kepada DPRD Kudus pada tahun 2017,2018 dan 2019 disetujui. Alasan “klisenya”, Pemkab tidak mempunyai dana.
Sempat menurut Bupati Kudus Hartopo ada investor dari Cina yang tertarik untuk menanamkan modalnya pada pengolahan sampah menjadi energi listrik. Namun gagal. Diduga karena kapasitas TPA Tanjungrejo masih kurang banyak dijadikan bahan baku pembuatan energi listrik , investor itu tidak lagi nongol di Kota Kretek.
Padahal menurut Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman Lingkungan Hidup (PKPLH) Kabupaten Kudus, Abdul Halil volume sampah bertambah dari 130 ton menjadi sekitar 200 ton. Malah potensinya melonjak hingga tembus 448 ton per hari.
Selain itu juga diperparah dengan tidak idealnya sarana-prasarana. Khususnya kendaraan pengangkut sampah dan alat berat di TPA Tanjungrejo. “Dari dua alat berat yang dioperasikan di TPA Tanjungrejo, satu diantaranya sudah tidak berfungsi. Truk dan motor sampah banyak yang telah “uzur”, sehingga selain tidak efektif juga pemborosan biaya. Terutama menyangkut bahan bakar dan suku cadang,” tutur Halil, yang kini sedang gandrung naik sepeda gunung.
Bahkan Pusat Daur Ulang (PDU) bantuan dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan senilai Rp 3,5 miliar yang berada di selatan Pasar Baru Kelurahan Wergu Wetan dongkrok tidak /belum bisa dioperasikan secara rutin. Gegara tidak ada anggaran untuk pembelian bahan bakar solar maupun tenaga kerja siap pakai.”
Idealnya dibutuhkan anggaran sekitar Rp 1 miliar dan penambahan sekitar 20 tenaga kerja” tambah Halil. Pemkab Kudus — dalam hal ini Dinas PKPLH baru mampu membangun jalan seputar PDU pada akhir tahun 2022 dengan biaya Rp 148 juta.
Padahal PDU ini diproyeksikan mampu mendaur ulang sampah (berkapasitas) 10 ton per hari. Dan memiliki 10 jenis/macam peralatan penunjang. Seperti conveyor, mesin pencacah sampah, forklift, hingga alat pengepres sampah.Selain itu Pemkab Kudus juga memiliki sejumlah peraturan daerah dan aplikasi digital tentang persampahan, tetapi semua itu belum/tidak sepenuhnya berjalan sesuai rencana.(Sup)