ROKOK ILEGAL : Maraknya rokok ilegal masih menjadi momok larinya pajak cukai tembakau sebagai penerimaan negara. Humas Bea dan Cukai Magelang, Siswanto memaparkan adanya kenaikan harga rokok dan pajak cukai tembakau, namun tidak diimbangi dengan kenaikkan harga tembakau di tingkat petani. Foto: Hery Setyadi
Temanggung - Sebagai daerah penghasil tembakau terbesar di Indonesia, Kabupaten Temanggung adalah menopang naiknya dana bagi hasil cukai tembakau (DBHCT). Sayangnya, kenaikan nilai DBHCT secara nasional tak diimbangi dengan membaiknya harga tembakau di tingkat petani. Kabupaten ini perlu memiliki peraturan daerah khusus yang mengatur tengkulak atau lazim diberi julukan grader tembakau.
Wacana ini dikemukakan oleh Siswanto, Humas Bea dan Cukai Magelang saat menanggapi keluhan petani tembakau di Jambuklutuk Resto, Selasa (21/2). Bea dan Cukai Magelang dihadirkan oleh Dinas Penanaman Modal (DPM) Kabupaten Temanggung, untuk mensosialisasikan masalah perundangan tentang cukai. Dalam kegiatan yang didukung dana DBHCT Kabupaten 2023 ini, DPM juga mensosialisasikan fasilitasi perijinan berusaha.
Siswanto mengaku pihaknya sering mendapatkan pertanyaan dan keluhan dari para petani tembakau soal rendahnya harga budidaya mereka. Petani tembakau seperti tak berdaya ketika menghadapi para grader atau tengkulak yang mematok harga tembakau sesusi selera mereka sendiri. Akibatnya petani frustasi, proses produksi tembakau yang begitu panjang dari mulai menanam hingga menjadi tembakau rajangan, seakan tak dihargai setimpal.
Menurut Siswanto, kasus rendahnya harga tembakau di tingkat petani ini, sering terjadi di Kabupaten Temanggung saja. Di daerah lain, misalnya Kabupaten Purworejo, hal ini tidak terjadi. Di Purworejo, petani tembakau bisa langsung menjual tembakau mereka ke pabrikan rokok kecil serta menengah dengan harga yang baik dan kompetitif. Ini dikarenakan, di Purworejo hsmpir tidak ada grader.
Kondisi tersebut berbanding 180 derajat dengan di Kabupaten Temanggung yang sudah dikuasai oleh grader atau tengkulak. "Kabupaten Temanggung sepertinya perlu membuat perda yang mengatur itu (grader). Disitulah yang menentukan harga tembakau petani. Kalau prmerintah tidak berwenang mengatur harga tembakau. Sesuai regulasi, pemerintah bisa mengendalikan kuota tembakau. Bisa menghentikan impor tembakau, jika tembakau petani lokal harganya anjlok, misal," kata Siswanto.
Siswanto menambahkan, petani memang dalam kondisi terjepit jika hanya mengandalkan menjual tembakaunya kepada grader yang notabene merupakan kepanjangtanganan pabrik rokok besar. "Masih ada peluang bagi petani tembakau untuk menjual tembakau dalam bentuk irisan, secara langsung ke produsen rokok. Jangan kuatir soal adanya aturan tentsng cukai tembakau. Sepanjang yang dijual adalah tembakau irisan yang tidak diberi saus, maka tidak perlu bayar pajak cukai.Apabila irisan tembakau diberi saus, maka diterapkan pengenaan pajak cukai," terangnya.
Rendahnya harga tembakau di tingkat petani seharusnya tidak terjadi di Temanggung. Setiap terjadi kenaikan harga rokok dan nilai pajak cukai, itu sebenarnya in line dengan naiknya harga tembakau. Ketika yang terjadi adalah rokok dan cukainya naik, tapi tembakau di tingkat petani rendah, tentu ada hal yang tidak wajar di Temanggung.
Sudah menjadi rahasia umum di Temanggung, cengkeraman para grader terhadap petani luar biasa. Petani selain dikekang dengan hutang berbunga tinggi oleh grader atau tengkulak, mereka juga ditekan dari sisi harga tembakau. Selain faktor adanya grader, adanya praktek obral KTA yang menjadi pintu ekslusif untuk bisa menjual tembakau ke pabrik rokok, juga menjadi persoalan serius. Pemegang KTA ini bisa meliputi pejabat publik, ormas, LSM bahkan aparat penegak hukum. Pemegang KTA ini turut menekan harga tembakau petani. (Hery S)