Kudus, SGN.com- Setelah membaca, justru saya menajamkan mata pada pergolakan pemikirannya penulis buku.Dengan merdeka banget Hartanto,penulis buku ini, mengguyurkan kegelisahan sosial dari persoalan digital ,viralisme ,Cuitisme dan paradokisasi agama ( Islam) yang dibikin diumbar di berita oleh kaum anti agamis.Sehingga awam bingung bagaimana dan mana yang benar. Misal menggoreng fakta teror dan diidentifikasi semua moslem adalah wajah teror, suka perang.
Belum lagi, kajiannya masalah globalisasi yg makin kuat. Diperkuat lagi dengan digitalistik, yg berhasil menjaring seluruh kehidupan dan tipe maupun etnis penduduk.
Sedemikian, sehingga dunia komunikasi sudah tidak berkelamin. Tidak peduli etnis,bangsa ,gender, agama. Inilah pangkalnya karena pada sebagian efek menjadikan ajaran agama tidak lagi relevan,tidak diperlukan.
Dari sudut sosiologi
" kemajuuan" sekarang dalam teknologi justru secara makro menciptakan Cryptosociety, masyarakat tiruan. Cryptosociety inilah yg ingin dikata_simpulkan oleh buku ini.
Kekhawatiran yang menjadi kenyataan dalam waktu dekat tahun tahun kenarin ialah Pandemi Covid. Kita sekurangnya, saparo dunia, tidak percaya Covid, sebab acapkali data dan fenomena Epidemiologisnya tidak tertangkap oleh commonsence, kebenaran umum
Akibatnya masyarakat ( di Jawa misalnya) hanya bisa berkata : " Mbuh ora weruh Covid,kuwi tenan opo 0ra".
Begitulah kira-kira Indonesia saat ini.
Hartanto, penulis buku ini, kelihatan puas menumpahkan pemikirannya. Terbukti dalam tujuh BAB ia ungkap dengan lugas ,bebas dan bagus sekali _ dibuka dengan pengantarnya PHILOROBTHIA .
Menurut hemat saya karya buku bertebal 218 halaman ini semua- babnya bergizi : Filsafat Ilmu, Sosiologi ,dan Ilmu Politik. Tetapi kepadatan bahasanya justru bisa membuat pembaca berkerut dahi. Maka perlu Forum Kajian untuk mahasiswa yang berminat memahaminya.(Bin.SM./ Ex Filsagama)