teks foto . Menko Mahfud MD menyasikan sidang pengadilan. dari ruang kerjanya. Suasana "kacau" di ruang sidang PN Jakarta Barat, Rabu 15/2/2023. Bharada Richard Eliezer. Foto istimewa
Jakarta, SGN.com- Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E, divonis 1 tahun 6 bulan (18 bulan) penjara oleh Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang diketuai Wahyu Iman Santoso, Rabu ( 15/2/2023). Lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yakni 12 tahun penjara.
Bharada E secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap Brigadir N Yosua Hutabarat. “ Melanggar pasal 340 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke- 1 KUHP dinyatakan sebagai pelaku yang bekerjasama atau justice collaborator (JC)” tutur Wahyu.
Hakim anggota Alimin Ribut Sudjono mengungkapkan Richard telah membuat terang kasus kematian Yosua dengan keterangan yang jujur, konsisten, logis serta berkesesuaian dengan alat bukti tersisa lain sehingga membantu perkara a quo terungkap.
Hakim mengapresiasi sikap Richard tersebut di tengah posisi yang sangat membahayakan jiwa. "Maka kejujuran, keberanian dan keteguhan terdakwa dengan berbagai risiko telah menyampaikan kejadian sesungguhnya sehingga layak terdakwa ditetapkan sebagai saksi pelaku yang bekerja sama," ujar hakim Alimin di ruang Oemar Seno Adji PN Jakarta Selatan, Rabu (15/2).
Dalam menjatuhkan ketetapan ini, hakim mempertimbangkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 04 Tahun 2011 tentang Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistleblower) dan Saksi Pelaku yang Bekerja Sama di dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu.
Kemudian Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU 13/2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Amicus curiae atau sahabat pengadilan dari sejumlah pihak pun turut menjadi pertimbangan.
Status JC memungkinkan seorang terpidana mendapat berbagai keringanan dalam hal masa hukumannya, termasuk juga remisi. Syaratnya, terutama, sang terpidana bukanlah pelaku utama kejahatan terorganisasi Keputusan tersebut disambut sukacita banyak pihak.
Terutama yang menonjol sebagian besar pengunjung yang memadati ruang sidang maupun di luar sidang menyambutnya dengan “histeris”. Akibatnya penyekat ruangan sidang “jebol” dan Bharada E terpaksa “diamankan”.
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD juga menyaksikan jalannya sidang dari ruang kerjanya. Saat majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menjatuhkan hukuman 1,5 tahun pidana penjara terhadap Richard Eliezer, Mahfud langsung bereaksi dengan bertepuk tangan.
Dalam keterangan melalui video, Mahfud mengaku gembira dan bersyukur atas vonis Eliezer tersebut. Diketahui, vonis itu jauh lebih ringan dibanding tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntut Eliezer dihukum 12 tahun pidana penjara. "Alhamdulillah saya tidak tahu mengapa hati saya bergembira dan bersyukur setelah membaca vonis hakim atas Eliezer ini," ujarnya.
Menurut Mahfud, majelis hakim PN Jaksel memiliki keberanian dalam menjatuhkan vonis terhadap Eliezer atas perkara dugaan pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Hakim, objektif membaca seluruh fakta persidangan dan dibacakan semua.
"Yang mendukung Eliezer yang memojokkan Eliezer semua dibaca. Suara-suara masyarakat didengarkan, rongrongan-rongrongan yang mungkin ada untuk membuat putusan tertentu tidak berpengaruh kepada hakim," katanya.
Hal ini yang menurut Mahfud membuat putusan hakim menjadi logis dan berkemanusiaan. Majelis hakim, katanya, mendengar denyut-denyut kehidupan masyarakat dan progresif.
"Para hakim ini adalah hakim-hakim yang bagus di antara banyak hakim yang memang juga bagus kalau tidak menangani kasus-kasus yang biasanya penuh tekanan menjadi tidak bagus," .
Mahfud menambahkan, majelis hakim PN Jaksel yang menangani perkara Eliezer tidak terpengaruh oleh public opinion, tetapi memperhatikan public common sense. Untuk itu, konstruksi putusannya menurut Mahfud sangat bagus. "Ilmiah, tidak jadul.
Banyak loh hakim yang sampai hari ini kalau nulis putusan pakai bahasa-bahasa Belanda, strukturnya pakai Belanda. Ini nda ini, modern, bisa dipahami dan sulit untuk dibantah perspektif yang digunakan. Narasinya modern juga," ungkapnya(Sup).