Temanggung, SGN.com - Tahun Baru Imlek 2023/2574 Kongzili yang dilambangkan sebagai Tahun Kelinci Air, diharapkan sebagai tahun pembuka tabir gelap pasca pandemi covid-19. Kelenteng di Parakan, menyambut tahun baru ini dengan membersihkan segala sudut tempat ibadah.
Diiringi tetabuhan musik kuda lumping yang di halaman kelenteng oleh anak-anak didik Yayasan Remaja yang dipimpin oleh sesepuhnya Handoko (71) atau Siu An.
Di kelenteng yang pernah menjadi saksi pergolakan Perang Kemerdekaan ini, akulturasi antar budaya memang saling berbaur dengan baik, lembut dan saling respek. Handoko sebagai salah satu tokoh Tionghoa di Parakan, menggambarkan betapa Parakan menjadi oase bagi berbagai perbedaan suku dan bangsa.
Tak heran apabila di kelenteng yang jaraknya dari Ponpes terkenal hanya seratus meter, sering dipergrlarkan berbagai atraksi kebudayaan. "Ada sekian keturunan bangsa di Parakan yang hidup damai disini. Ada Jawa, ada Tiongkok, kemudian Arab dan berbagai suku lainnya. Kita di Parakan punya kewajiban untuk merawat ke-Indonesiaan ini untuk saling toleransi," tutur Handoko yang seorang penganut Budha ini.
Saat Handoko berdialog membahas Tahun Baru Imlek bersama jajaran DPD Partai Perindo di ruang sayap kelenteng, pesan untuk merawat kesatuan dan persatuan itu begitu tegas dia sampaikan. Sebagaimana kita rasakan bersama, bahwa kita dari jaman sebelum ada Indonesia, jaman kemerdekaan hingga sekarang, hidup bersama di bumi yang sama.
Dia kisahkan, mengapa keturunan Tionghoa di Parakan bisa menyatu dengan bangsa suku yang lain. Keturunan Tionghoa, di era Perang Kolonial dan Kemerdekaan turut berjuang melawan pendudukan asing. Sokongan mereka kepada para pejuang atau laskar adalah berupa bahan makanan dan lainnya.
Handoko selama puluhan tahun sudah mempraktekkan akulturasi budaya di tempat yang dinaungi yayasannya. Sebuah sekolah SD dan SMP yang dulu didirikan oleh orang tuanya, hingga kini masih eksis, di tahun 2023 ini telah menginjak usia 65 tahun.
Siswa sekolah yang berdampingan dengan bangunan kelenteng, tak jarang melatih diri dengan seni karawitan, tarian tradisional kuda lumping, tarian Jawa dan tentu seni Barongsai. Sebuah contoh nyata betapa toleransi yang kental bisa menjadi obat mujarab untuk menjaga ke-Indonesiaan di bumiphala Parakan. (Hery S)