teks foto : Kelenteng Hok Ling Bio Jalan Maduraksan/Jalan Sunan Kudus Foto Sup. Kelenteng Boen Bio Jalan Kapasan Surabaya. Foto Istimewa
Kudus, SGN.com- Dalam sejarah , kelenteng itu merupakan “tetenger” atau identitas orang China yang datang dari daratan Tiongkok dan mencoba mencari perubahan hidup di bagian selatan tanah leluhur mereka. Dengan terlebih dahulu mengarungi ganasnya ombak samudra.
Selain itu juga dibekali sebuah patung yang sejak lama disembah para leluhurnya dan patung itulah setibanya di pulau selatan dijadikan “soko guru” berdirinya sebuah kelenteng.
Dan dalam legenda juga disebutkan berlayarlah terus ke arah Selatan. Nanti akan dijumpai pulau pulau yang hijau di katulistiwa yang makmur.Bagian Selatan itu ternyata Indonesia
Hal itu diungkapkan, Tee Song Liang sesepuh kelenteng Hok Tik Bio ( lebih dikenal dengan kelenteng Tanjung, Kudus) dalam bukunya Studi Banding Kelenteng Singkawang dan Jawa yang diterbitkan terbatas pada pertengahan sebelum tahun 1990.
Buku itu berisi tulisan tentang 26 kelenteng yang sebagian besar berada di Pulau Jawa dan sebagian kecil di Singkawang — Pontianak. Dilengkapi dengan data yang diperoleh dari Museum Pusat Jakarta, Babad Kudus dan Perang Pacino/Geger Pacinan.
Juga yang dilengkapi dengan denah “ubarampe” dan tata cara sembahyang di dalam kelenteng. Termasuk denah dan tata cara sembahyang yang dibagi menjadi 12 bagian (saat), yaitu sejak saat Cu Si (pukul 23.00-01.00 hingga saat Hai Si (pukul 21.00-23.00)
Selai itu juga menyelipkan tiga lembar terjemahan ringkas dari buku Babad Tanah Jawa, terbitan Balai Pustaka tahun 1940 Jilid 23, halaman 11- 16 tentang Kelenteng Babagan Lasem yang bernilai sejarah perjuangan mengusir penjajah Belanda.. Terutama terjadinya “perang kuning” antara warga China dengan kompeni (Belanda).
Menurut Pak Tee, panggilan akrabnya: Kelenteng di Jawa umumnya ditandai dengan warna merah dan kuning. Berasitektur universal dan umumnya bangunannya cukup megah . Sebaliknya di Singkawang — Pontianak relatif jauh lebih sederhana, berwarna abu-abu, namun dianggap orisionil . Sedang di Hongkong, Macao, Taiwan, Singapura, Malaysia dan Amerika Serikat (di China Town) arsitekturnya sama.
Dan satu satunya kelenteng di Asia Tenggara yang khusus untuk agama Khonghu Chu, berada di Jalan Kapasan Surabaya. Nama kelenteng itu menurut Pak Tee : Khong Hoe Tjoe. Tapi data terkini menyebut kelenteng yang dimaksud Boen Bio yang dibangun pada tahun 1907.
Tee Song Liang adalah keturunan ke-15 dari Kiai Ageng Tee Ling Sing, guru Sunan Kudus. Meninggal pada 7 Oktober 2002, dalam usia 76 tahun dan sempat berganti nama menjadi Tejo Suliyanto. Dia juga pernah menjadi wartawan, menjadi fotografer yang memiliki koleksi banyak aneka jenis kamera. Termasuk perlengkapannya. Juga sejumlah tosan aji Saat ini disimpan di salah almari milik anaknya YS Handoko (71 )(Sup).