teks foto : Dua rumah penduduk di Jalan Menara Kudus masih dipertahankan keasliannya. Sebuah gang berhimpitan dengan tembok pagar sebuah perusahaan di seputar terminal wisata Bakalan Krapyak Kudus. Kantor UPTD parkir dan terminal Bakalan Krapyak, Kamis (1/12/2022) foto Sup.
Kudus,SGN.com- Ketika Taman Menara sudah diratakan dengan tanah, kemudian dibangun ulang entah akan diberi nama atau tidak. Maka terkesan pemerintah kabupaten (Pemkab) Kudus tidak memiliki program yang jelas dan terukur.
Itu tersirat dalam peraturan daerah (Perda) Kabupaten Kudus nomor 1 tahun 2022, tentang tata ruang dan tata wilayah (RTRW) yang telah mulai diberlakukan sekitar Mei 2022 hingga 2042, situs Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus Kecamatan Kota Kudus sebagai Kawasan strategis sosial budaya.Situs menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia : daerah temuan benda-benda purbakala.
Dan sebenarnya tidak hanya Menara Kudus (dibangun tahun 1685 Masehi) dan Makam Sunan Kudus, tetapi di seputar komplek tersebut juga terdapat situs sejarah Masjid Madureksan ( lokasi bekas taman menara), kelenteng Hok Ling Bio. Lalu agak sedikit jauh Masjid Langgar Dalem ( dibangun tahun 1458 Masehi), Masjid/Langgar Bubrah ( dibangun sekitar tahun 1546 Masehi).
Selain itu sejak sekitar 13-15 tahun terakhir Konsultan Bantuan Teknis Perencanaan dan Revitalisasi Kawasan Pusat Kota Kudus ( Menara Kudus), telah membukukan kawasan ini yang merupakan obyek wisata ziarah agama Islam.
Dengan lingkungan pemukiman yang kaya dengan keindahan arsitektur tradisional khas yang merupakan indentitas kota Kudus. Kawasan itu meliputi Desa Kauman, Langgardalem, Kerjasan, Damaran (sebagian) dan sebagian Desa Janggalan seluas 45 hektar. Terbesar berada di Langgardalem seluas 19 hektar.
Dan sejak dibangunnya terminal wisata di Desa Bakalan Krapyak Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kudus 2005, memudahkan wisatawan dan khususnya para peziarah yang hendak berkunjung ke komplek Masjid Menara Makam Sunan Kudus (M3SK)- sebuah komplek cagar budaya yang terletak di Desa Kauman Kecamatan Kota Kudus.
Dari terminal Bakalan Krapyak, peziarah dan atau wisatawan menuju M3SK jaraknya hanya sekitar 1.000 meter — 1.500 meter saja. Bisa ditempuh dengan jalan kaki, ojek becak ( dipunahkan pada pertengahan tahun 2022), dokar, angkutan kota dan ojek motor.
Di luar pejalan kaki, rute yang ditempuh telah ditentukan (satu jalur) : - terminal- belok kiri sepanjang 50 meteran mentok- lalu belok kiri sepanjang 100 meter mentok jalan raya depan komplek makam Bakalan Krapyak mentok- kemudian belok kanan mentok perempatan jalan/lampu lalulintas - lalu belok kiri sejauh sekitar 300 meteran mentok di perempatan jalan Menara- Sunan Kudus.
Itu rute utama yang diberlakukan hingga Kamis (1/12/2022). Entah akan dirubah atau tidak, tapi yang pasti M3SK- Bakalan Krapyak tidak sekedar menjadi rutinitas — lalu lalang lalulintas ojek dan penumpangnya( transportasi). Tetapi juga menjadi poros utama untuk mendukung wisata, ekonomi, sosial budaya dan seni.
Hanya saja komplek terminal Bakalan Krapyak ini nyaris tidak memiliki keunggulan sebagai pendukungnya.
Bangunan utamanya yang dua lantai ini tidak memiliki ciri arsitektur tersendiri. Ketika pembangunan diperluas sebagai bentuk penataan terminal dengan biaya Rp 2,6 miliar. Berupa pembangunan 102 kios ( terdiri 36 warung makan dan PKL, serta 66 kios buah-buahan), juga tidak berdampak signifikan.
Empat tahun kemudian ( 2018) luasan lokasi parkir yang semula hanya 750 meter persegi dan hanya berdaya tampung 70 bus, ditingkatkan menjadi 3.150 meter persegi yang sanggup menampung 250 bus. Termsuk pembangunan ulang tempat parkir becak ( seja pertengahan 2022 berubah menjadi parkir ojek motor dan mobil) Dibiayai dari APBD Kudus 2018 sebanyak Rp 6,4 miliar.
Hingga saat ini gerbang terminal Bakalan Krapyak yang menghadap ke utara juga tidak memiliki gerbang bercorak khas. Polos tanpa pagar dan papan nama. Kecuali sebuah baliho bergambar Bupati Kudus.
Lalu rute ojek Bakalan Krapyak — M3SK, terutama selepas “pintu” bagian barat, berupa jalan aspal sepanjang sekitar 100 meter nampak polos tanpa sentuhan dalam bentuk apapun. Juga tidak ada satupun pohon penghijauannya.
Kemudian selepas itu juga berupa jalan aspal dengan panjang sekitar 100 meter. Di kanan kiri jalan sebagian besar berupa pagar panjang dan tinggi milik salah satu perusahaan elektronik terbesar di Kudus. Termasuk pertigaan jalan menuju jalan raya depan makam Bakalan Krapyak, nampak lusuh dengan sebuah baliho kusam. Termasuk keberadaan warung sate dan di depannya terlihat rambu lalulintas yang dipenuhi banyak sekali coretan dan tulisan, sehingga tidak diketahui artinya.
Poros M3SK — terminal Bakalan Krapyak yang seharusnya ini menjadi satu kesatuan yang utuh- saling mendukung- saling melengkapi. Tidak sepotong sepotongNampaknya semakin keropos.
Bahkan menurut laporan konsultan Bantuan Teknis Perencanaan Penataam dan Revitalisasi Kawasan Pusat Kota Kudus (Menara Kudus) hampir lebih dari 13-15 tahun lalu, kawasan ini sudah terjadi degradasi fungsi,peranan, phisik dan kualitas visual kawasan.
Terjadinya degradasi ini antara lain diakibatkan tata bangunan yang tidak termanajemen, sehingga muncul perubahan bentuk bangunan rumah tradisional menjadi bentuk modern. Berbagai artefak bangunan dan ruang kawasan telah rusak. Begitu pula fasade (wajah bangunan) dan komposisi bangunan kacau. Termasuk masih lemahnya kesadaran publik terhadap pentingnya warisan budaya dan rasa memiliki.(Sup)