Jembatan Apung, Pengganti Jembatan Bongkar Pasang di Sungai Wulan

teks foto : Jembatan Apung di Sungai Wulan Sabtu (10/12/2022). Perahu penyeberangan ( 2018), Jembatan sesek ( 2014). Perempuan naik motor di atas jembatan sesek ( 2014) Foto Sup

Kudus,SGN.com -Jembatan Apung di sungai Wulan telah dibangun sejak menjelang akhir November 2022. Dan sampai dengan Sabtu tengah hari ( 9/12/2022) belum difungsikan. 

Masih ada sejumlah pekerja yang tengah mengurug sebagian jalan di wilayah Desa Setrokalangan Kecamatan Kaliwungu Ini sebagai salah satu cara untuk menggantikan “jembatan” lama yang dikenal dengan jembatan bongkar pasang- atau jembatan sesek atau jembatan ogal agil.

Tepatnya  di muka jembatan SerangWelahan Drainase (SWD I) hingga jembatan apung. Semula jalan sepanjang sekitar 100 meter hanya jalan setapak. Kemudian dilebarkan menjadi sekitar dua setengah  meter. Di bagian tepi kanan kiri dicor semen, dengan tujuan bisa dengan mudah dilalui pejalan kaki, pengendara motor dan pengendara sepeda onthel. Di bagian tengah maih dibiarkan berupa tanah.

Dan Pemerintahan Desa (Pemdes) Setrokalangan pada tahun anggaran 2022  ini mengurug jalan tersebut dengan. Dan akan dilanjutkan /ditingktkan menjadi jalan beton (betonisasi).

Menurut Kepala Desa Setrokalangan , Didik Handono, seluruh proses pembangunan jembatan apung ditangani investor. Termasuk perijinan ke Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juwana.

Sekretaris Daerah (Sekda) Kudus, Samani Intakoris menyambut baik atas pembangunan jembatan apung tersebut. Dan pihaknya akan segera menindak-lanjuti  berkoordinasi dengan pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). “Mungkin akan kita bangun jembatan gantung” ujarnya.
Dilewati ribuan warga.
Sebelum dibangun jembatan apung, di lokasi ini sejak lebih dari  20 tahun terakhir dibangun  jembatan sesek. Yaitu jembatan dengan bahan baku dari bambu. Khusus di bagian badan jembatan (alas)  berupa anyaman bambu, sehingga memudahkan bagi pengguna jembatan. 

Sedang di kanan kirinya dibuat semacam pagar pengamaNamun  jembatan sesek ini sering kali hanyut diterjang arus sungai Wulan, saat debitnya meningkat. Dan sebagai penggantinya dioperasikan sebuah perahu tambat, yang digerakkan secara manual. Setiap kali lewat jembatan ini dikenakan retribusi Rp 1.000 bagi pejalan kaki dan Rp 2.000 untuk pengendara motor.

Lokasi penyeberangan ini dianggap vital dan ekonomis. Sebab menurut perhitungan Sudardji dan kawan-kawan anggota lembaga swadaya masyarakat (LSM) Desa Setrokalangan  setiap hari ( hampir sepanjang 24 jam)  dilewati rata-rata 1.000 — 1.500 orang pejalan kaki maupun pengendara motor.
Sebagian besar diantara mereka adalah  warga Desa Kedungwaru Lor, Kedungwaru Kidul,Tugu Lor dan Kotakan Kecamatan Karanganyar, yang umumnya perempuan dan bekerja di sejumlah pabrik rokok  serta industri lannya  di wilayah Kecamatan Kaliwungu (Kudus). Mereka yang hendak menuju lokasi pabrik disediakan mobil omprengan antar jemput.

Sebagian kecil lainnya warga Desa Setrokalangan dan sekitarnya. “Warga memilih tempat penyeberangan tersebut, karena jarak tempuhnya lebih dekat dan biaya operasionalnya juga jauh lebih kecil. 

Dibanding saat memutar lewat Jembatan Tanggul Angin (perbatasan Desa/Kecamatan Karanganyar Demak dengan Desa Jati Wetan Kecamatan Jati Kudus) dan lewat jembatan besar perbatasan Kecamatan Welahan Jepara dengan Kecamatan Mijen Demak.

Kenapa tidak dibangun jembatan permanen.
Masih menurut Sudardji, Pemkab Dema- termasuk DPRDnya, maupun Pemkab/dan DPRD Kudus masing masing pernah mengagendakan /wacara pembangunan jembatan di perbatasan  Demak- Kaliwungu ini, sebelum tahun 2010. Tapi belum/tidak pernah ada tindak lanjutnya.

Dan mengacu dengan  telah berfungsinya Jalan Lingkar Kencing (Jati) — Jetak (Kaliwungu), kemudian Jetak -  Panjang (Bae) Kudus. Dengan aneka jenis pertumbuhan dan perkembangan industri, ekonomi/UMKM — termasuk komuditas pertanian seputar jalur lingkar tersebut, 

maka pembngunan jembatan permanen konstruksi besi beton dan standar ( bisa dilalui aneka jenis kendaraan) mungkin akan lebih tepat. Dibanding dengan membangun jembatan jenis lain.

Selain mengacu pada fungsi tersebut, pembangunan jalan standar mampu berfungsi pula sebagai  “jalan alternatif” saat  Jembatan Tanggul Angin ( baru direnovasi sekitar 2-3 tahun terakhr) dan jembatan di perbatasan Mijen- Welahan(belum pernah direnovasi), rusak berat/tidak berfungsi . 
Jalan alternatif yang dimaksud adalah menghubungkan wilayah Kabupaten Demak- Jepara- Kudus. Khusus untuk Demak-Kudus merupakan poros /jalan utama /jalan negara Jakarta-Semarang-Surabaya.

Memang biaya yang dibutuhkan cukup besar. Mengingat tidak hanya terbatas membangun sebuah jembatan di atas Sungai Wulan saja, melainkan juga harus membangun jembatan baru di atas Sungai Welahan Drainase (SWD) I( dibangun tahun 2008/2009 dengan APBD Kudus), termasuk sungai kecil yang berada di seputar tanggul  Sungai Wulan. 

Dua sungai besar tersebut sampai saat ini masih sering menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir besar yang mampu  menimbulkan bencana di tiga kabupaten (Demak,Kudus, Jepara). 

Belum termasuk pelebaran jalan raya di Desa Setrokalangan maupun yang berada di seputar Desa Kedungwaru Kecamatan Karanganyar Demak.
Namun pengadaan biaya memungkinan untuk dipikul bersama antara Pemda Kudus dan sejumlah pengusaha industrinya dengan Pemkab Demak. Apalagi jika  Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Pemerintah pusat  turut ambil bagian.(Sup)

 
Tags

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top