teks foto : Tampak sebagian mustoko masjid Madureksan dan puncak Menara Kudus setelah komplek Taman Menara diratakan dengan tanah . Komplek bekas taman menara jalan Sunan Kudus Minggu 27 November 2022. Gedung Kesenian di komplek eks kawedanan Cendono Bae Kudus. Foto Sup
Kudus, SGN.com- Taman Menara di Jalan Sunan Kudus Kecamatan Kota Kudus, kini sudah rata dengan tanah. Tinggal menyisakan sebuah pohon beringin tua- berumur puluhan . Tapi masih tetap kokoh dan subur. Sebagian dahan di sisi barat telah dipangkas. Termasuk sebuah bangunan yang berfungsi sebagai “kantor” Dinas Kebudayaan Pariwisata (Disbudpar) Kudus per September 2022. Sebelumnya adalah “kantor” Dinas Perdagangan.
Setelah Taman Menara ini rata dengan tanah, maka warga yang melintas di depannya ( dari arah timur ke barat) , bakal melihat masjid Madureksan, puncak Menara dan puncak masjid Al Aqsa atau Al Manar. Ketiganya sebagai cagar budaya, Sedang dari arah yang berlawanan ( barat ke timur) bisa dengan mudah melihat kelenteng Hok Ling Bio, juga telah ditetapkan sebagai cagar budaya.
Dan di seputarnya juga dijumpai sejumlah bangunan colonial, rumah adat kudus, hingga rumah —rumah juragan cengkeh, juragan tembakau dan penusaha rokok kretek.Belum diketahui secara lebih rinci, bentuk bangunan pengganti Taman Menara, kecuali dari keterangan awal akan dibangun sebuah panggung. Sebuah tempat yang akan dijadikan pertunjukkan seni budaya kesenian , peragaan busana dan sebagainya.
Bahkan telah terbentuk susunan pengurus Dewan Kesenian Kudus- mungkin pengganti dari Dewan Kesenian yang pernah diketuai Aries Junaidi ( pemilik rumah makan Bambu Wulung dan telah meninggal beberapa tahun lalu). Dewan kesenian “wajah baru” inilah yang digadang-gadang mampu “menghidupkan” kembali seni budaya di Kota Kretek.
Dewan Kesenian Kudus era Aries Junaidi nyaris tidak pernah memperoleh kucuran dana dari APBD Kudus. Lebih sering merogoh koceknya sendiri. Meski Pemkab Kudus membangun sebuah gedung yang diberinama Taman Budaya Sosrokartono — bersebelahan dengan bekas kantor Kawedanan Cendono di Desa/Kecamatan Bae. Bangunannya juga cukup megah, tapi juga tidak maksimal dalam berkarya.
Adiluhung Di saat Dewan Kesenian era Aries Junaidi “mati suri”, muncul Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Kabupaten Kudus yang diresmikan pada 12 Januari 2019. Acara peresmian berlangsung lumayan “regeng” Ada sarasehan budaya Yayasan Kanthil Jawa Tengah dan pegelaran wayang kulit semalam suntuk.
Dihadiri Sekda Provinsi Jawa Tengah, sebagai Ketua KSBN tingkat Provinsi Jawa Tengah Sri Puryono Serta Pelaksana tugas (Plt) Bupati Kudus Hartopo (saat itu).
Sekda Kudus , Samani Intakoris selaku Ketua KSBN Kudus mengatakan. ,seni bukan sekadar budaya adiluhung. Tetapi juga bisa mengangkat ekonomi masyarakat,“ ujarnya saat memberi sambutan.
Adiluhung artinya menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia : seni budaya yang tinggi mutunya dan wajib dipelihara/dilestarikan. Dan sinonim dari klasik, luhur, mu;lia dan tingggi.
Sayang sekali sambutan Samani yang menyentuh tersebut tidak dibarengi- tidak ditindak lanjuti. Artinya samasekali tidak ada program maupun kegiatan selama hampir empat tahun terakhir. Kecuali temu muka-dialog ngalor ngidul tanpa tema di Taman Sardi Dawe 22 Maret 2021.
Termasuk Hartopo pun saat itu juga berpesan : agar pengurus KSBN mampu menjadikan seni sebagai parameter kebudayaan di Kudus.“Kudus memiliki keragaman yang bisa memajukan kesejahteraan masyarakat melalui KSBN yang juga berfungsi sebagai sarana promosi kreativitas. Silakan bersinergi dengan Pemda dalam pengembangan seni budaya dan pariwisata di Kudus,” tandasnya.
Sebentar lagi akan muncul bangunan baru yang dirancang lebih artistik, di lokasi “bekas pusat kota lama”, di lokasi yang nyaris sepanjang 24 jam menjadi lalu-lalangnya lebih dari 1.000 peziarah. Apakah nasibnya seperti Taman Menara.
Kita warga Kota Kretek sangat berharap tidak seperti Taman Menara yang beralih fungsi menjadi “taman parkir ojek”. Jangan sekedar bermegah-megah di awal, tapi di tengah perjalanan terseok-seok dan menjadi pergunjingan banyak warga.(Sup)