teks foto : Bekas Taman Menara yang telah rata dengan tanah. Nampak terlihat sebagian sosok masjid Madureksa, puncak Menara dan mustoko masjid Al Aqsa. Bsngunan kuno yang berada beberapa meter dari komplek Menara . Gerbang sentra kampoeng menoro. Foto sup
Kudus,SGN.com- Sosok Menara dan Masjid Al Aqsa/Al Manar, masih tidak utuh ketika Taman Menara mulai diratakan dengan tanah. Hanya terlihat “mustokonya” saja yang terlihat. Hal ini disebabkan antara lain, salah satu tembok bangunan lama di bekas Taman Menara itu masih tetap dipertahankan ( tidak dibongkar).
Lalu ada sejumlah rumah penduduk- beberapa diantaranya dibangun bertingkat. Namun untuk sosok masjid Madureksan kini bisa dipandang tanpa halangan.
Dan menurut Hendy Hendro pemerhati budaya dan lingkungan dari Universitas Muria Kudus (UMK) , pemerintah kabupaten Pemkab) Kudus sebaiknya bisa mengacu tata kelola Candi Prambanan dan Candi Borobudur.
” Kedua candi yang bernilai sejarah dan budaya cukup tinggi tersebut ditampilkan dalam bentuk lebih utuh. Atau bisa dengan mudah dilihat dari sisi jalan yang dipadati banyak pengguna jalan di seputar lokasi.
Caranya dengan menggusur bangunan yang menjadi penghalang pandangan mata. Dulu saat melewati jalan utama Yogja-Solo tepatnya beberapa puluh meter depan candi dipenuhi deretan kios, sehingga menghalangi pandangan mata. “ ujarnya saat berbincang dengan SGN.com Rabu (30/11/2022)
Jika penataan itu ditrapkan di bekas Taman Menoro, maka paling tidak warga Kota Kretek, wisatawan hingga peziarah, yang tengah melewati Jalan Sunan Kudus- terutama dari arah timur, dari kejauhan dengan mudah melayangkan pandangan mata ke arah tiga bangunan yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya.
Memang harus menggusur sejumlah bangunan. Namun jika Pemkab Kudus memiliki program jangka panjang tentang penataan kota lama- kudus kulon, hal itu tidak sulit dilakukan.” Tegas Hendy.
Menurut pengamatan di lapangan sepanjang Rabu (30/11/2022), di seputar bekas Taman Menara di sisi barat yang berhimpitan dengan jalan raya menuju komplek Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (M3SK) terdapat bebera rumah penduduk. Begitu pula di sisi utara. Selain rumah penduduk juga ada komplek bangunan Sentra kampung menoro.
“Jika kompkek ini bebas dari bangunan, maka sosok gagah,anggun hingga berciri khusus komplek M3SKditambah masjid Madureksan akan lebih banyak menarik pengunjung” tambah Hendy Hendro.
Menurut Dekan Fakultas Sastra Universitas Indonesia Profesor Doktor Soetjipto Wirjosuparto( lahir di Solo 1915 dan wafat di Canberra 1971).
yang dikutip Sholichin Salam dalam bukunya Kudus Purbakala Dalam Perjuangan Islam ( cetakan kedua, terbitan Menara Kudus 1976), kaki Menara berbentuk denah bujur sangkar yang menjorok ke luar dan dipergunakan sebagai tangga masuk.
Sedang bentuk kaki Menara sama dengan bentuk candi pada zaman pra Islam. Terbagi menjadi 3 bagian, yaitu kaki menara, badan kaki menara dan puncak kaki menara. Sedang penghias kaki menara berupa hiasan dekoratif berbentuk ornamen geomatrik. Hiasan itu segi empat berada di ujung kiri dan samping kanan berbentuk segitiga.
Adapun bentuk bangunan Menara, mirip dengan candi Jago (Jayaghu)- tempat pemakaman Raja Wisnuwardhana yang didirikan pada 1275 — 1300 Masehi di Malang (Jatim).
Lalu menurut Buku Inventarisasi Benda Cagar Budaya, peninggalan sejaarh dan purbakala di situs Menara, situs Muria dan sekitarnya (2007), tinggi Menara 18 meter dan luasnya 10 meter persegi berbentuk bujur sangkar.Memiliki 20 undakan/trap. Dan pada tahun 1947 mustoko Menara hancur disambar petir. Kemudian diganti engan bahan alumunium.(sup)