Kudus,SGN.com- Kepala Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang (PUPR ) Kabupaten Kudus ABS, Kamis (17/11/2022) digerudug puluhan anggota Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Hijau, yang dikomandani Soleh Isman.
Hal ini terakit dengan temuan (bukti) Surat Pernyataan dengan tulisan tangan tertanggal 9 Agustus 2013, yang ditanda tangani ABS di atas kertas bermeterai 6.000 dan empat orang saksi, Yaitu Jasri (Desa Hadiwarno 0, RT 07/RW 01 Kecamatan Mejobo), Nur Susanto (Desa Honggosoco RT 02/ RW05 Kecamatan Jekulo), Solichin (Desa Ngembal Kulon RT 02/RW 02 Kecamatan Jati) dan Zakaria (Desa Dersalam RT 01/RW 02 Kecamatan Bae).
Ada tiga hal yang menyangkut isi Surat Pernyataan tersebut. Pertama : setelah diadakan pertemuan Tri Agus Mulyono minta kepada ABS untuk bertanggung jawab kepada Nor Anifah yang menyangkut biaya persalinan dan biaya lainnya. Kedua : ABS siap menikahi Nor Anifah yang saat itu masih menjadi isteri sah dari Tri Agus Mulyono. Ketiga ABS siap mengganti moril/beban moral sebanyak Rp 150 juta. “Tapi kenyataannya ABS mengingkari. Nor Anifah akhirnya punya anak tanpa kejelasan status. Kami mohon Bapak Bupati Kudus untuk meninjau ulang atau mencopot posisi jabatan ABS “ tegas Soleh Isman.
ABS dilantik menjadi Kepala Dinas PUPR Kudus per 26 April 2021, berdasarkan keputusan Bupati Kudus nomor 821/2/291/2021). Bersama dengan Harjuna Widada (Dinas Pendidikan) , Rini Kartika Hadi Ahmawati ( Dinas Perindustrian), Badai Ismoyo (Dinas Kesehatan), Abdul Aziz Achyar ( RSUD Loekmono Hadi) dan Sulistiyowati ( kepala bidang administrasi pembangunan).
Menurut catatan SGN.com, sejak dikukuhkan sebagai Kepala Dinas PUPR ada sejumlah “kebijakan” yang ditengarai kontroversi. Yaitu : pembangunan Citywalk Jalan Sunan Kudus,prosedur saat mengikuti “lelang jabatan” di Pemda Kudus, Pelebaran Jalan perempatan jalan lampu lintas Panjang- Besito, perijinan lokasi di jalan lingkar barat wilayah Desa Klumpit Kecamatan Gebog, kepemilikan enam mobil pribadi, perijinan lokasi lahan seluas 10,3 hektar Blok Si Beras Desa Papringan Kecamatan Kaliwungu dan pelecehan terhadap tugas seorang jurnalis.
Kasus pelecehan jurnalis terjadi sekitar dua minggu terakhir. Ketika hendak dikonfirmasi menyangkut tanah Papringan awalnya melalui anak buahnya yang berjaga sebagai “ tukang buku tamu” menyatakan tidak ada di tempat ( di ruang kerjanya).
Padahal jurnalis tersebut membawa indentitas lengkap, serta sempat diantar salah satu stafnya ke ruang kerjanya. Namun karena masih ada tamu, jurnalis ini diminta untuk menunggu sesaat. Hal itu memastikan ABS memang berada di ruang kerjanya.
Akhirnya sang jurnalis memberanikan diri mengetuk ruang kerjanya terlebih dahulu, kemudian membuka pintu yang tidak terkunci. ABS pun nampak kaget. Setelah “basa basi” sebentar, dlanjutkan wawancara. Belum genap lima menit, ABS meminta untuk tidak merekam wawancara, karena melihat HP milik jurnalis tersebut berkedip kedip.
Tuduhan itu samasekali tidak benar, karena posisi HP normal. Atau tidak dalam posisi untuk mereka, mengambil foto dan video. “Maaf pak, saya pernah “dikerjain” oknum wartawan dengan cara merekam.” ujarnya dengan nada menyesal.
Sang jurnalis sendiri telah menjalankan profesinya sejak lebih dari 40 tahun lalu. Dan baru dua kali bertemu- tatap muka dengan ABS di ruang kerjanya. Serta sempat beberapa kali kontak lewat Whats App (WA), tapi setelah itu tidak berlangsung lagi, karena nomor WA orang nomor satu di PUPR tersebut telah berganti nomor baru.(Sup)