Banyuwangi,SGN.com- Bandar udara (Bandara) Banyuwangi Jawa Timur meraih penghargaan Aga Khan Award for Architecture 2022.Setelah menyisihkan 463 bangunan dengan arsitektur terbaik dari seluruh dunia Penghargaan ini diterima Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani di Royal Opera House of Muscat Arts, Muskat, Oman, Senin(31/10/2022) malam waktu setempat atau Selasa (1/11) pagi waktu Indonesia barat (WIB). Selain dihadiri arsitek terkenal dari seluruh dunia, acara ini juga dihadiri Putra Mahkota Kesultanan Oman Theyazin bin Haitham Al Said dan Putri Zahra Aga Khan.
Bandara Banyuwangi berada di wilayah Desa Blimbingsari Kecamatan Rogojampi 17 kilometer dari pusat pemerintahan Kabupaten Banyuwangi Jawa Timur. Atau sekitar 300 kilometer dari kota Surabaya.
Menempati lahan cukup luas dan sekitarnya berupa persawahan yang tetap dipertahankan keberadaannya. Dan dibangun dengan dana hanya dari APBD Banyuwangi sebesar Rp 40 miliar. Merupakan satu satu bandara di Indonesia yang mentrapkan konsep bandara hijau.
Dalam situs resminya, Aga Khan Development Network (AKDN) menyebutkan sangat mengapresiasi hasil karya arsitektur yang memanfaatkan potensi lokal serta teknologi yang inovatif yang bisa menginsipasi proyek di tempat lain di seluruh dunia.
Bandara Banyuwangi yang didesain arsitek Andra Matin memenangi penghargaan karena dianggap memiliki arsitektur mengusung nilai-nilai pemba-ruan. Bandara ini menerobos konsep bandara yang umumnya tertutup dan eksklusif.
.”Tidak seperti bangunan bandara lain yang kerap me-rupakan tempat kedap, tertutup, dan terasing dari lingkungan sekitar,Bandara Banyuwangiadalah perlawanan elegan terhadap bentuk bandara pada umumnya,” tulis para juri dalam keputusan pemenang lewat rilis Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Selasa (1/11/2022) dan dikutip dari Kompas, Rabu (2/11/2022).
Dalam penilaian juri independen, Bandara Banyuwangi disebut menghindari gaya internasional standar yang dianut sebagian besar bandara di dunia. Bandara ini justru membawa identitas sekaligus memori budaya lokal.
Desain lokal terlihat dari atap bandara bernuansa tradisional berbentuk ikat kepala Osing, suku asli Banyuwangi.Bandara ini juga didesain ramah lingkungan dengan memanfaatkan serambi (overhang) lebar dan dinding dari bilahan kayu ulin bekas yang semi terbuka.
Dinding terluar yang semi terbuka mampu membuat aliran udara masuk dengan mudah ke ruangan dan mengurangi penggunaan penyejuk ruangan. Kolam ikan serta pepohonan dan rumput di halaman juga turut membantu meredam suhu panas tropis daerah ini sekaligus memberi kesan alami.
Saat mulai dibangun tahun 2016, Bupati Banyuwangi saat itu, Abdullah Azwar Anas, bersama Andra memilih menekankan nilai-nilai lokal, fungsionalitas, dan pemeliharaan berbiaya rendah dalam pemilihan material, tetapi tetap memiliki nilai modern dan efisien dalam segala aspek.
Skema pembangunan bersandar sumber daya lokal, memakai teknologi tepat guna, dan menerapkan prinsip desain pasif vernakular atau bertumpu pada arsitektur rakyat. Lebih jauh, dewan juri menilai, arsitektural Bandara Banyuwangi juga memiliki dampak luas terhadap masyarakat.
Seperti halnya harmonisasi keberadaan bandara dengan alam di sekitarnya, kawasan di sekitar bandara diproteksi sebagai lahan hijau dengan lanskap persawahan. ”Salah satu unsur penilaiannya termasuk bagaimana karya itu berdampak pada banyak manusia di sana dan di sekitarnya,” tutur Andra yang turut hadir di Oman.
Pengungkit kemajuan.
Menurut Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani, kehadiran bandara ini, selain pencapaian bidang arsitektur dan menjadi penanda daerah, juga mampu menggerakkan pereko-nomian lokal dengan kemudahan akses ke Banyuwangi.”Bandara menjadi salah satu pengungkit kemajuan Banyuwangi.Semoga ini berkah manfaat, Membawa kebanggaan,Menghadirkan keberkahan, Meningkatkan kesejahteraan warga,” ujarnya.
Dinobatkannya Bandara Banyuwangi sebagai pemenang Aga Khan Award for Architecture juga membuat Joko Sulistyo (43) warga Banyuwangi yang berprofesi sebagai pemandu wisata bangga.Sebab bandara ini turut menjadi destinasi baru Banyuwangi. ”Turis-turis banyak yang suka konsep bandara ini. Beberapa yang mengerti arsitektur malah maunya diajak keliling ke tempat-tempat seperti ini,”tuturnya.
Muhammad Nawi (56), musisi musik tradisional, pun senang karena daerahnya kini jadi terkenal. Menurut dia, udeng(penutup kepala) yang ia pakai sehari-hari bisa internasional lewat desain bandara. (Sup)