Kudus, SGN.com — Sampai dengan Senin (14/11/2022) tercatat 18 ekor macan tutul dan macan kumbang yang tertangkap kamera trap di kawasan Gunung Muria. Dibanding dengan tahun 2018, yang hanya 15 ekor, maka terjadi peningkatan tiga ekor . Dan sebagian besar adalah macan tutul (panthera pardus melas).
Dengan bertambahnya jumlah/populasi hewan langka tersebut, merupakan salah satu petunjuk jika kondisi hutan di Gunung Muria yang sempat menjadi ajang penjarahan ( 1963-1965 dan 1997-1998) mulai pulih kembali,”Selain macan tutul dan macan kumbang, kami juga berhasil menemukan Lutung, Landak jawa( hystrix javanica, Ayam hutan dan Kijang ( Muntiacus muncak). “ tutur Nur Hamid “pak mantri” Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Muria Patiayam yang ditemui di kantornya komplek wisata pinus kajar (Pijar) Desa Kajar Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus.
Selain ke tujuh satwa tersebut menurut catatan Dupanews: di kawasan ini juga dihuni: kera, , ular senduk (cobra jawa), ular sanca, ular hijau, ular welang, ular weling dan berbagai jenis ular lainnya. Ditambah tupai, trenggiling, babi hutan, musang, burung trucuk, kutilang, kacer kembang, cocak hijau, cocak kembang, ledekan, elang, rangkong, plontang, tekukur, gelatik, kuntul, prenjak, perkutut, ciblek, burung madu, truntung, pelatuk bawang, cohong, diku, cendet, gemak, branjangan, burung hantu, kadalan, kolibri dan bubut.
Termasuk sekitar 81 jenis pohon /tanaman asli yang sebagian besar tanaman langka dan sebagian diantaranya sudah punah. Ditambah hasil penanaman berupa Mahoni (1942), Tusam atau Pinus Merkusii (1944), Sengon (Albizzia Falcata) ( ditanam secara sporadis, tidak terdata) dan kopi pada sekitar 1914.
Serba terbatas, Menurut Pak Mantri yang cukup ramah dan terbuka ini, melimpah ruahnya kekayaan kawasan Gunung Muria yang mecakup wilayah Kabupaten Kudus, Jepara dan Pati, tidak diimbangi dengan jumlah karyawan, berbagai fasilitas, sarana dan prasarana yang memadai dari Perum Perhutani yang berstatus sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN).“ Misalnya kamera trap itu pengadaan hingga operasionalnya dari Djarum Kudus. Kantor ini juga tidak dilengkapi dengan komputer dan kondisinya cukup memprihatinkan. Lalu jumlah karyawan ibaratnya hanya sebatas hitungan jari.” tuturnya .
Dengan banyaknya keterbatasan tersebut, maka pihaknya tidak mampu bekerja secara maksimal. Padahal pada tahun 20202 Unesco telah menetapkan Kawasan Karimunjawa Jepara- Gunung Muria seluas kurang lebih 1.236.083,97 hektare,sebagai Cagar Biosfer.
.Cagar biosfer merupakan suatu konsep pengelolaan kawasan yang mengintegrasikan kepentingan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dengan kepentingan pembangunan sosial ekonomi yang berkelanjutan sebagai upaya untuk mewujudkan keseimbangan hubungan antara manusia dengan alam dan lingkungannya.
Berdasarkan surat keputusan Gubernur Jendral Hindia Belanda Nomor 34, tanggal 24 Juni 1916. Kemudian direvisi dengan Keputusan Menteri Pertanian 16 Juli 1952 dan diperbaruhi lagi surat keputusan Menteri Kehutanan nomor 359/Menhut/II/2004 tanggal 1 Oktober 2004, luas kawasan ini mencapai 11.247, 7 hektar.
Dari luas tersebut terdiri dari hutan produksi 2.963,7 hektar, hutan produksi terbatas 5.431,4 hektar dan hutan lindung luasnya mencapai 2.852,6 hektar, yang tersebar di wilayah Kabupaten Pati, Kudus dan Jepara.
Sedang luas kawasan hutan yang telah digarap masyarakat mencapai 3.952, 8 hektar dengan jumlah penggarap 7.248 orang. Pada posisi tahun 2009, luas lahan kritis di dalam kawasan hutan mencapai 3.370 hektar dan di luar kawasan tercatat 35.946 hektar (paling banyak/luas di Kabupaten Jepara mencapai 16.552 hektar).(Sup)