Kudus, SGN.com— Salah satu rumah penduduk di Jalan KH R Asnawi Kota Kudus, dalam beberapa pekan terakhir menarik perhatian warga. Rumah itu nampak baru saja dipugar. Di bagian dinding dicat warna agak kekuningan dan putih. Sedang gentingnya berwarna kecoklatan. Begitu pula pernik pernik kayunya. Lantai halaman depan juga dipaving. Termasuk pintu gerbangnya diganti dengan bahan besi berwarna hitam.
Rumah yang menghadap ke arah barat ini sebagian diantara bertingkat, yaitu di sisi sebelah utara. Memiliki banyak jendela dan pintu dengan ukuran besar serta terlihat tulisan Arab di dinding atas depan .. Bentuk bangunannya sangat berbeda dengan rumah di seputarnya. Diperkirakan bentuk/gaya bangunanya masa kolonial, sehingga bisa dikatagorikan benda cagar budaya.
Menurut Ketua Lembaga dan Penyelamat Karya Budaya Bangsa (LPPKBB) Kabupaten Kudus, Sancaka Dwi Supani, bangunan itu memang termasuk bangunan kuno. Masuk periode kolonial. Dilihat dari gaya arsitekturnya gaya Eropa- Paris. Dimodifikasi dengan campuran Persia dalam bentuk ornament dan jendela- seperti lengkungan masjid.
Ketika SGN.com mertamu di rumah tersebut, Minggu siang (23/10/2022), ditemui seorang priya tengah baya. Nyuwun pirsa badhe pinanggih ingkang kagungan dalem wonten (Mau ketemu yang empunya rumah apakah ada?).
“Kami yang menyewa rumah ini pak. Kami dari Gresik Jawa Timur. Tidak tahu siapa yang punya. Monggo , jika mau motret atau melihat ke dalam.” jawab pria tersebut dengan ramah.
Di halaman depan terpakir tiga mobil. Satu diantaranya jenis mini bus. Dan saat memasuki ruang depan, nampak satu set kursi-meja bentuk lama (kuno). Satu pintu tertutup dan satu pintu lainnya terbuka. Masing masing pintu dilengkapi “jendela” di bagian atasnya. Setiap daun pintu berukuran panjang lebih dari dua meter.Lalu saat masuk ke ruang dalam ada sejumlah kamar dan ruang memanjang yang sebagian diantaranya digelar tikar plastik.
Di samping ruang depan, nampak ada pintu masuk lagi dan bentuk bangunannya sama. Ada trap-trapan dan semacam pagar tembok mini yang berlubang lubang sebagai bentuk ventilasi dan bentuk ornamen. Hal itu juga terlihat disekujur rumah/bangunan.
KH R Asnawi.
Oleh karena belum ketemu dengan pemilik/ahli waris rumah tersebut, maka belum bisa dikorek lebih lanjut tentan sejarah rumah dan pemiliknya. Namun jika menilik dari nama jalan yang diberi nama Jalan KH R Asnawi, maka kemungkinan besar rumah yang ada tulisan Arab : Darussaadah yang artinya tempat untuk kegiatan, terkait erat dengan sosok ulama ini.
Menurut lama Layanan Dokomentasi Ulama dan Keislaman ( Laduni.ID), KH R Asnawi lahir pada tahun 1861. Putra pertama H Abdullah Husnin yang dikenal sebagai saudagar konveksi.
Pada tahun 1917 M., K.H. Raden Asnawi mendirikan madrasah Qudsiyah yang ditempatkan di sebelah barat masjid menara Kudus. Setahun kemudian Asnawi bersama tokoh masyarakat memprakarsai ndandani dan memperca dengan cara gotong royong.
Setiap malam sejumlah santri kerja bakti mencari batu dan pasir dari Kali Gelis dan diletakkan di sekitar lokasi pembangunan masjid, siang harinya batu dan pasir tadi dikerjakan para tukang yang bekerja secara sukarela.
Namun situasi berubah kala sebuah peristiwa yang disebut “Huru-hara Kudus” terjadi di tengah proses pembangunan masjid. K.H. Raden Asnawi bersama beberapa ulama Kudus terkena fitnah dan harus mendekam di penjara kolonial.
Dalam catatan buku Intelektualisme Pesantren seri 2 (2003), sabab musabab peristiwa ini ditengarai orang-orang Cina yang hendak mengadakan pawai dengan rute melewati depan masjid Menara Kudus.
Para ulama dan pemimpin Islam menyurati pada komunitas Cina agar rute pawainya tidak melewati jalan masjid Menara Kudus, mengingat banyak umat Islam yang melakukan pembangunan masjid, serta mengambilan batu dan pasir dari Kali Gelis.
Namun tampaknya komunitas Cina tak menggubris surat itu, rute pawai mereka tetap saja melewati jalan di depan masjid Menara Kudus. Rombongan pawai Cina yang datang dari depan masjid Menara Kudus menuju ke selatan bertemu dengan rombongan santri-santri yang sedang bekerja bakti mengambil batu dan gerobang dari selatan ke utara.
Huru-hara pecah tatkala salah seorang santri yang menarik gerobak dipukul salah seorang komunitas Cina. Namun entah bagaimana, huru-hara itu berkembang sedemikian dahsyatnya. Agaknya ada pihak ketiga yang bertindak di air keruh yang membuat kisruh suasana. Korban pun berjatuhan dari pihak kedua komunitas ini.
Banyak rumah penduduk Cina dan Jawa yang terbakar.
Beberapa pihak berpendapat, sulit dipastikan bahwa huru-hara ini murni konflik antar etnis. Mengingat hubungan etnis Cina dan Jawa sudah sedemukian erat sejak zaman Sunan Kudus. Hal itu dibuktikan dengan adanya makam tokoh Cina yang sangat dihormati di Kudus, yaitu Kiai Telingsing yang nama aslinya The Ling Sing. Dikenal juga sebagai guru dan sahabat Sunan Kudus (Al-Qurtubi, 1999).(Sup)
—